KPK Diminta Usut Dugaan Korupsi Akuisisi Telkom
Arief Yahya - Dirut PT. Telkom |
Bandung, INA-INA.
WALAUPUN Langit Terbelah Menjadi Dua, Pemberantasan Korupsi harus tetap dilaksanakan. Berbagai korupsi tetap terjadi di berbagai instansi, terutama di Perusahaan plat merah dengan berbagai modus. Dugaan Penyimpangan juga terjadi di PT. Telkom Indonesia Tbk, yang dipertanyakan oleh massa yang tergabung dalam Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) melakukan aksi di depan kantor pusat PT Telkom Indonesia Tbk. Kehadiran Kamerad ini untuk memprotes akuisisi saham PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) oleh PT Telkom Indonesia Tbk.
Presidum Kamerad, Haris Pertama mengatakan akuisisi 13,7 persen saham minoritas TBIG dengan tukar guling 100% saham Mitratel merupakan keputusan illegal karena tanpa persetujuan pemerintah dan DPR. “DPR pernah menyampaikan penolakannya terhadap rencana akuisisi TBIG, yang dinilai sangat merugikan Negara,” kata Haris dalam orasinya, Kamis (30/10) lalu.Mencurigai adanya dugaan korupsi dalam akuisisi tersebut, Kamerad dalam aksi unjuk rasa menuntut KPK mengusut dugaan korupsi di Telkom. Kata dia, akuisisi ini berpotensi merugikan Negara puluhan triliun rupiah.
“Aksi korporasi Telkom ini merupakan tindakan nekat Dirut Telkom Arief Yahya kini menjabat sebagai Menteri Pariwisata, dilakukan saat pemerintah sedang masa transisi, melanggar hukum, merugikan Negara, dan membahayakan ketahanan nasional, terutama ketahanan informasi dan telekomunikasi. Harus dibatalkan dan diusut secepatnya,” kata Haris.
Direktur Utama PT. Telkom Indonesia Tbk, Arief Yahya ketika dikonfirmasi Indonesia-Indonesia melalui surat Nomor 0400/PR/ INA-INA/IX/2014 tertanggal 29 Oktober 2014, Arif Prabowo, Vp Public Relations PT. Telkom menerangkan bahwa akuisisi 13,7% saham PT. Tower Bersama Infrastruktur (TBIG) oleh PT Telkom senilai Rp 11 Triliun (US$ 904 juta) bertujuan bahwa aksi korporasi Telkom adalah mencari mitra untuk mengembangkan value bisnis menara. Transaksi ini positif bagi Telkom karena akan (i) memonetisasi tower Mitratel atau unlocking aset tower, dimana melalui transaksi ini tower Mitratel dinilai tinggi dan bisnis tower Mitratel berpotensi untuk tumbuh lebih cepat melalui pengelolaan yang lebih independen; (ii) memberikan peluang bagi Telkom untuk menikmati growth yang tinggi di tower market melalui mempunyai kepemilikan signifikan di perusahaan tower yang terbuka (listed); (iii) Juga meminimalisasi resiko bisnis akibat penurunan nilai dari tower dari waktu ke waktu apabila mempunyai tenansi yang rendah bahkan resiko penertipan merujuk regulasi penggunaan tower bersama.
Arif Prabowo menjelaskan bahwa bisnis menara merupakan bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang di masa mendatang jika mampu memaksimalkan tenancy ratio. Sementara jika tenansi rendah mempunyai resiko tinggi ditertibkan merujuk regulasi penggunaan menara bersama. Saat ini tenancy ratio Mitratel adalah 1,1 yang berarti rata-rata 1 menara digunakan oleh 1,1 operator. Untuk akselerasi tenansi, sangat penting bisnis menara tersebut dijalankan oleh tower company yang di persepsikan independen dan yang sudah terbuka (listed). Saat ini rata-rata operator tower independen tersebut memiliki tenancy ratio antara 1,7-1,9. “Sesuai dengan Peraturan Bersama Tiga Menteri dan BKPM No.18 Tahun 2009, No.07/PRT/M/2009, No.19/PER/ M.KOMINFO/03/2009 dan No.3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi, dipersyaratkan bahwa setiap 1 menara minimal digunakan oleh 2 tenant. Hal ini akan sulit dilakukan apabila menara tersebut dikelola sendiri oleh Telkom. Dengan adanya partnership ini diharapkan Telkom Group dapat memonetisasi dan meningkatkan bisnis menaranya,” jelas Arif Prabowo.
Namun, menurut Haris Pertama, “akibat akuisisi saham TBIG yang ditenggarai merugikan negara itu, saham Telkom (TLKM) langsung anjlok Rp 300 dari level Rp 2,600 per saham. Sebaliknya, saham TBIG yang sebelum aksi akuisisi di kisaran Rp 5.450 per saham terus melonjak naik mencapai harga tertinggi pada hari ini, menjadi Rp 8.800 per saham atau naik sekitar 60%.
Sejak Direktur Utama Telkom dijabat Arief Yahya menggantikan Rinanldi Firmansyah, kinerja TBIG makin kinclong seiring semakin besarnya kontribusi Telkom terhadap portofolio bisnis TBIG. Tahun 2013 lalu, Telkom menyumbang 48,5% dari total bisnis TBIG.
“Arief Yahya mematikan anak perusahaan Telkom Mitratel demi membesarkan TBIG milik Trenggono dan Edwin Soeryadjaya. Apa ini bukan KKN?” katanya.
Haris pun mendesak agar KPK segera membongkar konspirasi busuk yang dilaku-kan oleh Arief Yahya dan bawahannya atas kerugian Negara sampai triliunan rupiah ini. “KPK jangan pandang bulu, berantas mafia hukum, dan Presiden Jokowi harus segera mencopot Arief Yahya dari Menteri Pariwisata,” tandas Haris.
(Tim R)
WALAUPUN Langit Terbelah Menjadi Dua, Pemberantasan Korupsi harus tetap dilaksanakan. Berbagai korupsi tetap terjadi di berbagai instansi, terutama di Perusahaan plat merah dengan berbagai modus. Dugaan Penyimpangan juga terjadi di PT. Telkom Indonesia Tbk, yang dipertanyakan oleh massa yang tergabung dalam Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) melakukan aksi di depan kantor pusat PT Telkom Indonesia Tbk. Kehadiran Kamerad ini untuk memprotes akuisisi saham PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) oleh PT Telkom Indonesia Tbk.
Presidum Kamerad, Haris Pertama mengatakan akuisisi 13,7 persen saham minoritas TBIG dengan tukar guling 100% saham Mitratel merupakan keputusan illegal karena tanpa persetujuan pemerintah dan DPR. “DPR pernah menyampaikan penolakannya terhadap rencana akuisisi TBIG, yang dinilai sangat merugikan Negara,” kata Haris dalam orasinya, Kamis (30/10) lalu.Mencurigai adanya dugaan korupsi dalam akuisisi tersebut, Kamerad dalam aksi unjuk rasa menuntut KPK mengusut dugaan korupsi di Telkom. Kata dia, akuisisi ini berpotensi merugikan Negara puluhan triliun rupiah.
“Aksi korporasi Telkom ini merupakan tindakan nekat Dirut Telkom Arief Yahya kini menjabat sebagai Menteri Pariwisata, dilakukan saat pemerintah sedang masa transisi, melanggar hukum, merugikan Negara, dan membahayakan ketahanan nasional, terutama ketahanan informasi dan telekomunikasi. Harus dibatalkan dan diusut secepatnya,” kata Haris.
Direktur Utama PT. Telkom Indonesia Tbk, Arief Yahya ketika dikonfirmasi Indonesia-Indonesia melalui surat Nomor 0400/PR/ INA-INA/IX/2014 tertanggal 29 Oktober 2014, Arif Prabowo, Vp Public Relations PT. Telkom menerangkan bahwa akuisisi 13,7% saham PT. Tower Bersama Infrastruktur (TBIG) oleh PT Telkom senilai Rp 11 Triliun (US$ 904 juta) bertujuan bahwa aksi korporasi Telkom adalah mencari mitra untuk mengembangkan value bisnis menara. Transaksi ini positif bagi Telkom karena akan (i) memonetisasi tower Mitratel atau unlocking aset tower, dimana melalui transaksi ini tower Mitratel dinilai tinggi dan bisnis tower Mitratel berpotensi untuk tumbuh lebih cepat melalui pengelolaan yang lebih independen; (ii) memberikan peluang bagi Telkom untuk menikmati growth yang tinggi di tower market melalui mempunyai kepemilikan signifikan di perusahaan tower yang terbuka (listed); (iii) Juga meminimalisasi resiko bisnis akibat penurunan nilai dari tower dari waktu ke waktu apabila mempunyai tenansi yang rendah bahkan resiko penertipan merujuk regulasi penggunaan tower bersama.
Arif Prabowo menjelaskan bahwa bisnis menara merupakan bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang di masa mendatang jika mampu memaksimalkan tenancy ratio. Sementara jika tenansi rendah mempunyai resiko tinggi ditertibkan merujuk regulasi penggunaan menara bersama. Saat ini tenancy ratio Mitratel adalah 1,1 yang berarti rata-rata 1 menara digunakan oleh 1,1 operator. Untuk akselerasi tenansi, sangat penting bisnis menara tersebut dijalankan oleh tower company yang di persepsikan independen dan yang sudah terbuka (listed). Saat ini rata-rata operator tower independen tersebut memiliki tenancy ratio antara 1,7-1,9. “Sesuai dengan Peraturan Bersama Tiga Menteri dan BKPM No.18 Tahun 2009, No.07/PRT/M/2009, No.19/PER/ M.KOMINFO/03/2009 dan No.3/P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi, dipersyaratkan bahwa setiap 1 menara minimal digunakan oleh 2 tenant. Hal ini akan sulit dilakukan apabila menara tersebut dikelola sendiri oleh Telkom. Dengan adanya partnership ini diharapkan Telkom Group dapat memonetisasi dan meningkatkan bisnis menaranya,” jelas Arif Prabowo.
Namun, menurut Haris Pertama, “akibat akuisisi saham TBIG yang ditenggarai merugikan negara itu, saham Telkom (TLKM) langsung anjlok Rp 300 dari level Rp 2,600 per saham. Sebaliknya, saham TBIG yang sebelum aksi akuisisi di kisaran Rp 5.450 per saham terus melonjak naik mencapai harga tertinggi pada hari ini, menjadi Rp 8.800 per saham atau naik sekitar 60%.
Sejak Direktur Utama Telkom dijabat Arief Yahya menggantikan Rinanldi Firmansyah, kinerja TBIG makin kinclong seiring semakin besarnya kontribusi Telkom terhadap portofolio bisnis TBIG. Tahun 2013 lalu, Telkom menyumbang 48,5% dari total bisnis TBIG.
“Arief Yahya mematikan anak perusahaan Telkom Mitratel demi membesarkan TBIG milik Trenggono dan Edwin Soeryadjaya. Apa ini bukan KKN?” katanya.
Haris pun mendesak agar KPK segera membongkar konspirasi busuk yang dilaku-kan oleh Arief Yahya dan bawahannya atas kerugian Negara sampai triliunan rupiah ini. “KPK jangan pandang bulu, berantas mafia hukum, dan Presiden Jokowi harus segera mencopot Arief Yahya dari Menteri Pariwisata,” tandas Haris.
(Tim R)
0 komentar:
Post a Comment