Pemkot Bandung Tebang Pilih Dalam Penegakkan Perda
PKL Disikat, BTS Ilegal Disepadan Sungai Dibiarkan
Bandung, INA-INA.
LEMAHNYA pengawasan Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung sehingga Base Tran-sceiver Station (BTS) ilegal berdiri kokoh diwilayah Cisaranten Endah Kecamatan Arcamanik Kota Bandung. BTS milik PT. Naragita ini belum memiliki IMB, tapi pembangunannya sudah mencapai 100 persen. Desas desus dilapangan beberapa oknum dinas terkait diduga menerima uang pelicin, sehingga enggan untuk menertibkan pem-bangunan BTS tersebut.
Lurah Cisarenten Endah, Farida ketika dikonfirmasi Indonesia-Indonesia mengatakan bah-wa keberadaan BTS disepadan sungai jelas melanggar Perda, tapi PT. Naragita sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang didampingi oleh pegawai Distarcip Kota Bandung. Memang, saya di undang sosialisasi tersebut, tapi karena jelas itu melanggar aturan saya ngga' datang. Tetapi entah kenapa, pengakuan Farida, setelah di lakukan sosialisasi, pihak PT. Naragita didampingi pegawai Distarcip Kota Bandung berinisial (S) datang ke Kantor Kelurahan meminta tandatangan saya sebagai mengetahui telah dilakukan sosialisasi kepada tentang pembangunan BTS.
Menurut sumber Indonesia-Indonesia yang tidak mau ditulis jatidirinya bahwa yang mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) BTS tersebut pegawai Distarcip Kota Bandung. Sehingga PT Naragita seenaknya saja membangun BTS walaupun IMB belum keluar, karena yang mengurusnya juga pegawai Distarcip. Mungkin ada jaminan dari pegawai Distarcip tersebut, sehingga pembangunan tower sudah hampir selesai. Peme-rintah Kota Bandung sepertinya tebang pilih dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda), kebaradaan PKL mentang-mentang orang kecil disikat, tapi BTS yang tidak memiliki Izin dibiarkan keberadaannya. Mungkin, pemilik BTS memberikan “sesuatu” kepada Pemkot Bandung, sedangkan PKL tidak memberikan apa-apa, langsu-ng disikat,” ungkapnya.
BTS milik PT Naragita terse-but bisa dikatakan kebal hukum. Maka tak heran, hingga kini tidak ada yang mengutak ngatik, sehingga BTS masih berdiri kokoh. Pada-hal BTS tersebut, sudah melanggar Peraturan daerah (Perda) No.5 Tahun 2010, Tentang bangunan dan gedung di Kota Bandung.
Ironisnya lagi, pihak Pengawasan Tata Ruang dan Pengendalian Bangunan Dinas Tata Ruang Wilayah dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung, sepertinya tidak berdaya untuk melakukan penertiban, ada apa ?. Berdasarkan informasi yang diperoleh dillapangan, ternyata ada oknum Pegawai Distarcip yang diduga sengaja membekengi BTS milik PT. Nara-gita yang tidak memiliki IMB, berinisial (S) yang mengurusan surat – surat mulai dari pemberkasan, pro-ses pengajuan Keterangan Rencana Kota (KRK) hingga kepada proses pengajuan IMB, dilkakukan oleh dirinya,” ungkap sumber Indonesia-Indonesia.
Pegawai Distarcip Kota Ban-dung berinisial (S) ketika dikonfirmasi Indonesia-Indonesia menyatakan memang saya yang mendampingi PT. Naragita untuk melakukan sosialisasi pembangunan BTS kepada masyarakat sekitar. Ketika ditanya mengenai pemba-ngunan BTS disepadan sungai yang melanggar Perda? S seakan berbalik bertanya melanggar Perda yang mana? Terkesan seakan membekengi PT. Naragita. PT. Naragita mendirikan BTS sepadan sungai tersebut berdasarkan surat rekomendasi dari Dinas Bina Mar-ga dan Pengairan Kota Bandung. Dan saya yakin, izinnya akan keluar.
Mengenai bangunan BTS yang sekarang sudah berdiri kokoh sedangkan IMB-nya belum keluar, saya sudah ingatkan kepada pihak PT. Naragita, jangan dilakukan pembangunannya, tapi mereka bandel. PT. Naragita berdomisili di Kosambi, tapi tempatnya selalu berpindah-pindah,” dalihnya (S) ketika ditanya alamat PT. Naragita. Edwandi/Agus R
PKL Disikat, BTS Ilegal Disepadan Sungai Dibiarkan
Bandung, INA-INA.
LEMAHNYA pengawasan Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung sehingga Base Tran-sceiver Station (BTS) ilegal berdiri kokoh diwilayah Cisaranten Endah Kecamatan Arcamanik Kota Bandung. BTS milik PT. Naragita ini belum memiliki IMB, tapi pembangunannya sudah mencapai 100 persen. Desas desus dilapangan beberapa oknum dinas terkait diduga menerima uang pelicin, sehingga enggan untuk menertibkan pem-bangunan BTS tersebut.
Lurah Cisarenten Endah, Farida ketika dikonfirmasi Indonesia-Indonesia mengatakan bah-wa keberadaan BTS disepadan sungai jelas melanggar Perda, tapi PT. Naragita sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang didampingi oleh pegawai Distarcip Kota Bandung. Memang, saya di undang sosialisasi tersebut, tapi karena jelas itu melanggar aturan saya ngga' datang. Tetapi entah kenapa, pengakuan Farida, setelah di lakukan sosialisasi, pihak PT. Naragita didampingi pegawai Distarcip Kota Bandung berinisial (S) datang ke Kantor Kelurahan meminta tandatangan saya sebagai mengetahui telah dilakukan sosialisasi kepada tentang pembangunan BTS.
Menurut sumber Indonesia-Indonesia yang tidak mau ditulis jatidirinya bahwa yang mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) BTS tersebut pegawai Distarcip Kota Bandung. Sehingga PT Naragita seenaknya saja membangun BTS walaupun IMB belum keluar, karena yang mengurusnya juga pegawai Distarcip. Mungkin ada jaminan dari pegawai Distarcip tersebut, sehingga pembangunan tower sudah hampir selesai. Peme-rintah Kota Bandung sepertinya tebang pilih dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda), kebaradaan PKL mentang-mentang orang kecil disikat, tapi BTS yang tidak memiliki Izin dibiarkan keberadaannya. Mungkin, pemilik BTS memberikan “sesuatu” kepada Pemkot Bandung, sedangkan PKL tidak memberikan apa-apa, langsu-ng disikat,” ungkapnya.
BTS milik PT Naragita terse-but bisa dikatakan kebal hukum. Maka tak heran, hingga kini tidak ada yang mengutak ngatik, sehingga BTS masih berdiri kokoh. Pada-hal BTS tersebut, sudah melanggar Peraturan daerah (Perda) No.5 Tahun 2010, Tentang bangunan dan gedung di Kota Bandung.
Ironisnya lagi, pihak Pengawasan Tata Ruang dan Pengendalian Bangunan Dinas Tata Ruang Wilayah dan Cipta Karya (Distarcip) Kota Bandung, sepertinya tidak berdaya untuk melakukan penertiban, ada apa ?. Berdasarkan informasi yang diperoleh dillapangan, ternyata ada oknum Pegawai Distarcip yang diduga sengaja membekengi BTS milik PT. Nara-gita yang tidak memiliki IMB, berinisial (S) yang mengurusan surat – surat mulai dari pemberkasan, pro-ses pengajuan Keterangan Rencana Kota (KRK) hingga kepada proses pengajuan IMB, dilkakukan oleh dirinya,” ungkap sumber Indonesia-Indonesia.
Pegawai Distarcip Kota Ban-dung berinisial (S) ketika dikonfirmasi Indonesia-Indonesia menyatakan memang saya yang mendampingi PT. Naragita untuk melakukan sosialisasi pembangunan BTS kepada masyarakat sekitar. Ketika ditanya mengenai pemba-ngunan BTS disepadan sungai yang melanggar Perda? S seakan berbalik bertanya melanggar Perda yang mana? Terkesan seakan membekengi PT. Naragita. PT. Naragita mendirikan BTS sepadan sungai tersebut berdasarkan surat rekomendasi dari Dinas Bina Mar-ga dan Pengairan Kota Bandung. Dan saya yakin, izinnya akan keluar.
Mengenai bangunan BTS yang sekarang sudah berdiri kokoh sedangkan IMB-nya belum keluar, saya sudah ingatkan kepada pihak PT. Naragita, jangan dilakukan pembangunannya, tapi mereka bandel. PT. Naragita berdomisili di Kosambi, tapi tempatnya selalu berpindah-pindah,” dalihnya (S) ketika ditanya alamat PT. Naragita. Edwandi/Agus R
Ketua DPD APERSI Jabar, Dra.Hj. Ainoor Kardiman :
“Fokus MBR, Sulitnya Proses Perizinan Penghambat Percepatan Pembangunan”
Dra.Hj. Ainoor Kardiman |
Bandung, INA-INA.
PENGEMBANG properti nasional masih enggan untuk mengembangkan sayapnya ke kancah internasional, karena pasar properti di Indonesia masih terbuka. Saat ini masih banyak Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang membutuhkan perumahan. Sulitnya proses perizinan menjadi ancaman utama eksistensi pengembangan perumahan.
Ketua DPD Asosiasi Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (DPD APERSI) Jawa Barat, Dra.Hj. Ainoor Kardiman mengatakan bahwa kami masih berpikir bagaimana 1,3 juta jiwa warga di dalam negeri dapat memiliki perumahan. Sulitnya proses perizinan menjadi ancaman utama eksistensi pengembang perumahan. Kondisi ini diyakini bakal menjadi penghambat dalam upaya percepatan pembangunan. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus, bakal menjadi ancaman serius dalam mendorong pertumbuhan pembangunan. Kami berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kab/Kota dapat memberikan kemudahan dalam pengurusan perizinan bagi pengembang perumahan,” harap Hj. Ainoor.
Tahun 2013 ini, kata Hj, Ainoor bahwa DPD Apersi Jabar menargetkan dapat memasok 24.000 unit Rumah Se-jahtera Tapak (RST). Jumlah tahun ini meningkat 60% dari 2012 yang hanya 13.000 unit. Meningkatnya pasokan RST karena Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 22 ayat (3) UU No 1 Tahun 2011, tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman terhadap UUD 1945. Sebelumnya pemerintah hanya menetapkan tipe 36 sebagai standar yang disubsidi. “Kenyataannya, saat ini masih banyak MBR yang membutuhkah rumah di bawah tipe 36. Ini dimungkinkan karena daya beli MBR yang hanya mampu melalui KPR FLPP. Apalagi dengan putusan MK terbaru yang mencabut batasan tipe rumah 36 m2 yang berhak mendapatkan KPR FLPP. Dengan adanya kepastian hukum soal tipe 36 dapat subsidi, maka program FLPP akan lebih baik lagi. Kondisi yang kondusif serta adanya kepastian hukum, menjadi keyakinan program rumah bersubsidi akan terserap lebih banyak. Selain RST, pihaknya pun berencana membuka peluang penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap (non fixed income). “Saat ini kami masih membicarakan kemungkinannya dengan pihak perbankan, dasarnya melalui asuransi penjaminan kredit,” ungkap Hj. Ainoor
“Pengembang perumahan lokal masih belum berpikir untuk mengekspansi bisnisnya ke luar negeri. Kita hanya akan fokus untuk pasar properti di Indonesia saja. Belum banyak pengembang yang mau terjun ke pasar global, karena pasar di dalam negeri masih terbuka. Memang ada beberapa peng-embang yang melakukan ekspansi usa-ha ke luar negeri. Tapi jumlahnya sang-at minim,” tutur Hj. Ainoor. Edwandi
Ketua DPD Asosiasi Pengembang dan Perumahan Seluruh Indonesia (DPD APERSI) Jawa Barat, Dra.Hj. Ainoor Kardiman mengatakan bahwa kami masih berpikir bagaimana 1,3 juta jiwa warga di dalam negeri dapat memiliki perumahan. Sulitnya proses perizinan menjadi ancaman utama eksistensi pengembang perumahan. Kondisi ini diyakini bakal menjadi penghambat dalam upaya percepatan pembangunan. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus, bakal menjadi ancaman serius dalam mendorong pertumbuhan pembangunan. Kami berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kab/Kota dapat memberikan kemudahan dalam pengurusan perizinan bagi pengembang perumahan,” harap Hj. Ainoor.
Tahun 2013 ini, kata Hj, Ainoor bahwa DPD Apersi Jabar menargetkan dapat memasok 24.000 unit Rumah Se-jahtera Tapak (RST). Jumlah tahun ini meningkat 60% dari 2012 yang hanya 13.000 unit. Meningkatnya pasokan RST karena Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 22 ayat (3) UU No 1 Tahun 2011, tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman terhadap UUD 1945. Sebelumnya pemerintah hanya menetapkan tipe 36 sebagai standar yang disubsidi. “Kenyataannya, saat ini masih banyak MBR yang membutuhkah rumah di bawah tipe 36. Ini dimungkinkan karena daya beli MBR yang hanya mampu melalui KPR FLPP. Apalagi dengan putusan MK terbaru yang mencabut batasan tipe rumah 36 m2 yang berhak mendapatkan KPR FLPP. Dengan adanya kepastian hukum soal tipe 36 dapat subsidi, maka program FLPP akan lebih baik lagi. Kondisi yang kondusif serta adanya kepastian hukum, menjadi keyakinan program rumah bersubsidi akan terserap lebih banyak. Selain RST, pihaknya pun berencana membuka peluang penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan tidak tetap (non fixed income). “Saat ini kami masih membicarakan kemungkinannya dengan pihak perbankan, dasarnya melalui asuransi penjaminan kredit,” ungkap Hj. Ainoor
“Pengembang perumahan lokal masih belum berpikir untuk mengekspansi bisnisnya ke luar negeri. Kita hanya akan fokus untuk pasar properti di Indonesia saja. Belum banyak pengembang yang mau terjun ke pasar global, karena pasar di dalam negeri masih terbuka. Memang ada beberapa peng-embang yang melakukan ekspansi usa-ha ke luar negeri. Tapi jumlahnya sang-at minim,” tutur Hj. Ainoor. Edwandi
Kepala KUA Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung, Iwan MisbahH.M.Ag :
Mewujudkan Pelayanan Prima Terhadap Masyarakat
Iwan MisbahH.M.Ag |
Kab. Bandung
Keberadaan
KUA (Kantor urusan Agama) merupakan bagian dari institusi pemerintah
daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai ujung
tombak pelaksanaan tugas umum pemerintahan, khususnya di bidang urusan agama
Islam, KUA telah berusaha seoptimal mungkin dengan kemampuan dan fasilitas yang
ada untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Namun demikian upaya untuk
mempublikasikan peran, fungsi dan tugas KUA harus selalu diupayakan. Realita
dilapangan menunjukkan masih ada sebagian masyarakat yang belum memahami
sepenuhnya tugas dan fungsi KUA. Akibatnya tidak heran, ada kesan bahwa tugas
KUA hanya tukang baca do’a dan menikahkan saja. Hal tersebut diungkapkan Kepala KUA Dayeuh
Kolot Kabupaten Bandung Iwan MisbahH.M.Ag saat ditemui diruang
kerjanya, baru-baru ini.
Lebih Lanjut Iwan mengatakan, bahwa padahal sesungguhnya tugas KUA tidak itu
saja. Selain mempunyai tugas pokok seperti pencatatan perkawinan, KUA juga
mempunyai tanggungjawab lain. Seperti BP4, gerakan keluarga sakinah, zakat dan
wakaf, kemasjidan, pembinaan pangan halal, kemitraan umat, ibadah sosial, juga
kegiatan lintas sektoral. Diharapkan KUA Dayeuh Kolot betul-betul menjadi dambaan semua masyarakat, apa yang diperbuat oleh KUA
selama ini mudah-mudahan dapat dirasakan manfaatnya dan menyentuh ke semua
lapisan masyarakat, khususnya masyarakat muslim”, kata Iwan.
KUA merupakan satu dari sekian banyak
organisasi yang merupakan satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama di
kecamatan. KUA mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian
Agama Kabupaten di bidang urusan agama Islam dalam wilayah Kecamatan.
Maka secara hirarkis, dalam struktur Kementerian Agama, KUA merupakan satuan
kerja paling dekat dengan masyarakat. KUA kecamatan merupakan unit kerja
Kementerian Agama yang secara institusional berada paling depan dan menjadi
ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kepada masyarakat di
bidang keagamaan.
Menurut Iwan
bahwa secara
histories, KUA adalah unit kerja Kementerian Agama yang memiliki rentang
usia cukup panjang. KUA Kecamatan secara kelembagaan telah ada sebelum
Depertemen Agama itu sendiri ada. Pendirian unit kerja ini tak lain adalah
untuk mengkoordinir tuntutan pelayanan masalah-masalah keperdataan yang menyangkut
umat Islam yang merupakan produk pribumi.
Iwan
menjelaskan karena tugas KUA berkenaan dengan aspek hukum dan ritual yang
sangat menyentuh kehidupan keseharian masyarakat, maka tugas dan fungsi KUA
kecamatan semakin hari semakin menunjukkan peningkatan kuantitas dan
kualitasnya. Peningkatan ini tentunya mendorong kepala KUA sebagai pejabat yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan tugas-tugas KUA Kecamatan
Dayeuh Kolot untuk bersikap dinamis, proaktif, kreatif, mandiri, aspiratif dan
berorientasi pada penegakkan peraturan yang berlaku.
Untuk lebih mendorong kualitas kinerja dan sumberdaya
manusia, KUA Dayeuh Kolot berupaya melakukan berbagai terobosan yang efektif
yang intinya selain bersifat koordinatif, juga sekaligus evaluatif dalam
pelaksanaan tugas-tugas KUA. Program – program KUA Dayeuh Kolot adalah, 1.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kantor. 2. Meningkatkan
profesionalisme personil KUA. 3. Meningkatkan tertib administrasi. 4. Meningkatkan
pelayanan di bidang kepenghuluan. 5. Meningkatkan pelayanan di bidang BP.4 dan
keluarga sakinah. 5. Meningkatkan pelayanan di bidang zakat, wakaf, infaq,
sodaqoh dan ibadah sosial. 6. Meningkatkan pelayanan di bidang ibadah haji. 7. Meningkatkan
pelayanan di bidang kemasjidan dan hisab ru’yah. 8. Meningkatkan pelayanan di
bidang produk halal. 9. Meningkatkan pelayanan di bidang lintas sektoral.
Sedangkan program unggulan dari beberapa program kerja
yang dicanangkan KUA Dayeuh Kolot, yaitu mengarah kepada terwujudnya
pelayanan prima terhadap masyarakat. Bidang
Kepenghuluan bertugas sebagai penerima pendaftaran nikah dan
rujuk, meneliti daftar pemeriksaan nikah dan menulis buku akta nikah, serta memeriksa,
mengawasi, dan menghadiri dan mencatat peristiwa nikah dan rujuk, mengisi formulir NB, N dan
pembuatan laporannya, menulis buku akta nikah.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kepala KUA Dayeuh Kolot,
Iwan MisbahH.M.Ag selalu melakukan pembinaan terhadap karyawan KUA supaya mereka
betul-betul mampu melayani masyarakat dengan pelayanan yang prima.
Iwan menerangkan bahwa ada yang luput dari pengetahuan masyarakat
banyak tentang peran dan fungsi KUA, dimana masyarakat hanya mengenal KUA
sebagai lembaga “Stempel” yang memproduk legalitas formal dalam wujud
Pencatatan Nikah (Perkawinan). Kenyataan ini, kemudian tertanam dalam opini
publik, terpupuk oleh pembiaran dan keminiman sosialisasi, sehingga berbuahlah
Stigma bahwa KUA adalah “Tempat Kawin (Nikah)” saja.
Iwan berupaya merubah image yang seperti
ini, sungguh lebih luas dari apa yang menjadi stigma kebanyakan masyarakat,
sesuai dengan fungsi dan perannya, KUA mengurusi banyak hal urgen yang bukan
saja masalah pencatatan nikah, akan tetapi masalah lainnya yang menyangkut
hajat keagaman masyarakat. Di luar fungsi sebagai pelaksana pencatatan nikah
dan rujuk, KUA juga berperan dalam Pembinaan Kemasjidan dan Ibadah Sosial,
Pengurusan Zakat, PengurusanWakaf, Baitul Mal, Pengembangan Keluarga Sakinah,
Sertifikasi dan Labelisasi Produk Halal serta Administrasi Ibadah Haji; note
bene kesemuanya termasuk dalam aspek penting yang mengisi kehidupan masyarakat
muslim. Wilayah tugas KUA Dayeuh Kolot meliputi Desa Citeureup, Pasawahan, Cangkuang Wetan, Sukapura, Cangkuang
Kulan,
dan Dayeuh Kolot. Dari bulan Januari sampai
dengan Februari
2013 tercata sebanyak
70 pasang pengantin yang menikah. Tim R
Sekretaris DPD Apersi Jabar, Ir. Wawan Dermawan :
UU No. 1/2011 Tidak Berpihak Kepada MBR
Ir. Wawan Dermawan |
Sekretaris DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jawa Barat, Ir. Wawan Dermawan menyatakan bahwa Undang – Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menghilangkan rasa keadilan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pengusaha properti mempertanyakan mengapa ada pembatasan tipe rumah sederhana bagi masyarakat dituangkan dalam Undang-Undang No. 1/2011, pasal 22 ayat (3) yang berbunyi, “luas lantai tunggal dan rumah deret memiliki ukuran paling sedikit 36 meter persegi. Rasa keadilan masyarakat berpenghasilan rendah terganggu oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 . pemerintah justru tidak memberikan subsidi terhadap rumah di bawah tipe 36, yakni tipe 22 dan tipe 29. UU ini menandakan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat kecil. UU NO 1 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman dapat diartikan bahwa rumah yang diberikan fasilitas hanyalah bertype minimal 36, padahal type yang di bawahnya memiliki permintaan yang jauh lebih besar,” ungkap Ir. Wawan Dermawan ketika ditemui Indonesia-Indonesia, di Kantor DPD Apersi Jabar, Jalan Parakan Ayu II Bandung, (5/1) lalu.
Wawan menjelaskan ketika Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 dibahas dan disahkan saat itu Kementerian Perumahan Rakyat dipimpin oleh Suharso Monoarfa yang ingin menetukan standar hunian perorangan sebesar 9 meter persegi dan rata-rata adalah 4 orang sehingga type yang ideal adalah seluas 36 meter persegi untuk rumah tapak, tapi standar hunian tersebut tidak berlaku bagi masyarakat yang membeli rumah susun (rusun) dengan luas bisa kurang dari 36 meter persegi, ini merupakan kebijakan yang ambivalen dan tidak adil apabila diberlakukan. Pembatasan type rumah, menurut Wawan akan membuat lebih besar defisit (backlog) pada masa mendatang, dan masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin sulit membeli hunian tipe 36 yang tidak terjangkau dengan kondisi finansial mereka.
Lebih lanjut Wawan mengungkapkan bahwa ada kejanggalan yang lain yaitu Peraturan Menteri Keuangan No. 31/pmk.03/2011 yang antara lain berbunyi “rumah sederhana dan sangat sederhana yang dibebaskan dari ppn adalah bangunan yang tidak melebihi 36 meter persegi, harga tidak melebihi Rp. 70.000.000,- dan merupakan rumah pertama”, jadi MBR untuk membeli rumah tidak dapat menikmati fasilitas pembebasan ppn karena luasnya lebih dari 36 meter persegi. Ini merupakan kecenderungan pemerintah seperti banyak diduga menganut neoliberal yaitu berpihak kepada golongan masyarakat yang mampu sedangkan masyarakat yang tidak mampu dikesampingkan. Hal ini mengandung arti bahwa secara kontitusional pemerintah melalui instansi manapun memberikan segala urusan mulai dari perencanaan, perijinan, perhatian, bantuan stimulan baik berupa fisik maupun non fisik, hanya pada rumah yang memiliki luas lantai diatas 36 meter persegi. Apabila diartikan lebih dalam lagi, semangat pembuat Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang PKP ini adalah bahwa masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan dibawah Rp. 2.100.000,- akan tinggal mimpi untuk memiliki rumah. Ini sangat berbahaya sekali bagi kelangsungan penyediaan perumahan bagi MBR.
Wawan mencontohkan, harga rumah type 36/72 kwalitas standar sekitar Rp.70 juta, dengan uang muka 10%, tenor cicilan sekitar Rp. 700.000,-/bulan, sehingga yang bersangkutan harus memiliki penghasilan 3 x Rp. 700.000,- = Rp. 2.100.000/bulan. Akibat dari UU tersebut juga akan berpengaruh terhadap meningkatnya backlog dan menghilangkan hak seseorang untuk memiliki rumah dengan luas lantai yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Untuk itu, kata Wawan, diharapkan Kemenpera beserta seluruh instansi pemerintah lainnya termasuk pemda untuk menunda pemberlakukan pasal tersebut sebelum ada kajian yang rasional dengan melibatkan seluruh stakeholder perumahan. Saat ini DPP Apersi dan seluruh DPD Apersi sedang berjuang melalui yudicial review ke Mahkamah Agung agar pasal ini dihilangkan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2011. Kementrian Perumahan Rakyat diharapkan mampu secara maksimal memikirkan dan mewujudkan penyediaan perumahaan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sehingga merupakan kegagalan apabila masyarakat berpenghasilan rendah sulit atau malah tidak mungkin mendapat perumahan karena terbentur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tersebut.
Masih menurut Wawan, setiap Menteri Perumahan Rayat diganti berbagai kebijakanpun dan peraturan diperbaharui, ketika Menpera di Jabat oleh Yusuf Ansyari, terbit Permen 05,06,07 Tahun 2007 yang antara lain berbunyi bahwa kelompok sasaran I dengan penghasilan Rp. 1.700.000,- sampai dengan Rp. 2.500.000.- mendapat subsidi Rp. 8.500.000,-, kelompok sasaran II dengan penghasilan Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp 1.700.000 mendapat subsidi Rp. 11.500.000,-. , kelompok sasaran III dengan penghasilan dibawah Rp 1.000.000 mendapat subsidi Rp 13.500.000,-, Sehingga seluruh masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan Rp. 2.500.000,- ke bawah mendapat subsidi dalam bentuk subsidi selisih bunga maupun uang muka, tapi ironisnya setelah Menpera dijabat oleh Suharso Monoarfah membongkar kebijakan tersebut dan menggantinya dengan kebijakan yang baru yaitu FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang meskipun dengan bunga 8,5% / tahun penerima fasilitas ini dipersulit dengan persyaratan NPWP dan selain itu MBR dengan penghasilan dibawah Rp. 1.500.000,- hampir pasti tidak dapat menikmati FLPP ini. Hal ini merupakan degradasi Keberpihakan pemerintah melalui Kemenpera kepada MBR.
Saat ini, Kemenpera dijabat oleh Djan Faridz dengan latar belakang pengusaha, kita harapkan beliau dapat kembali ke prioritas utama Kemenpera yaitu, MBR dapat memiliki rumah layak dengan harga yang terjangkau, sekaligus dapat mengurangi backlog perumahan yang saat ini sebesar Rp. 13.500.000,- dengan backlog/tahun sekitar 300.000 unit,” pungkas Ir. Wawan Dermawan. Edwandi
DR.H. MARZUKI ALIE,SE.MM. - Ketua DPR RI ;
Mendukung Perjuangan PGRI Perbaiki Tingkat Kesejahteraan
Minimnya pendapatan yang diterima oleh para guru honorer baik di sekolah negeri terlebih lagi swasta membuat DPR RI prihatin. Merekapun siap memperjuangan adanya aturan terkait upah minimal yang diterima guru sesuai usulan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Perjuangan tersebut dilakukan sebagai upaya perbaikan tingkat kesejahteraan guru honorer. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DPR RI Dr H Marzuki Alie MM dalam sambutanya saat acara seminar bersama PGRI di pendopo Graha Satya Praja (GSP) Sukoharjo, Rabu (4 Januari 2012). “Awalnya saya tidak respek dengan keberadaan PGRI karena hanya memperhatikan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) sedangkan yang swasta belum. Terlebih lagi guru honorer yang juga menjadi bagian justru nasibnya sangat memprihatinkan. Namun semua pandangan itu berubah setelah PGRI ternyata ikut memikirkan, jadi sudah sepantasnya DPR RI membantu memperjuangakan perbaikan tingkat kesejahteraan bagi guru honorer di sekolah negeri maupun swasta,” jelas Marzuki Alie.
Marzuki Alie menyebut kondisi kesejahteraan guru PNS sangat menjanjikan. Sebab dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir terjadi kenaikan peningkatan pendapatan. Termasuk diantaranya tunjangan sertifikasi guru. Bahkan hasil dari tunjangan tersebut mampu mencukupi kebutuhan para PNS untuk menunaikan ibadah haji. “Peserta ibadah haji tahun ini bahkan terbesar dari kalangan PNS hasil dari tunjangan sertifikasi. Kita lihat betapa melejitnya pendapatan mereka, namun disisi lain kondisi sebaliknya dialami guru honorer. Dengan gaji minim, mereka juga dituntut untuk mendapat beban kerja sama berat,” lanjutnya.
Berdasarkan hal tersebut membuat DPR RI berusaha memperjuangan untuk perbaikan peningkatan kesejahteraan guru honorer. Salah satu bentuk perjuangan tersebut yakni dengan memperjuangan adanya aturan tentang upah minimal yang diterima guru honorer. “PGRI sudah menyampaikan mengenai masalah upah minimal ini. Ini penting untuk diperjuangkan,” tegasnya.
Menurut Marzuki, saat ini guru negeri atau guru PNS bisa dikatakan sudah sejahtera. Apalagi, guru yang sudah lolos sertifikasi karena mendapat tambahan tunjangan profesi. Disisi lain, guru honorer dan guru swasta belum mendapatkan upah yang layak sehingga belum sejahtera.
Saat ini, masih ada guru honorer yang mendapat upah Rp 150.000 atau Rp 200.000 per bulan. Nantinya, DPR akan mendorong pemerintah untuk membuat aturan tentang upah minimal bagi guru honorer dan guru swasta. Dengan gaji serta tunjangan yang sangat besar diharapkan kinerja para guru PNS meningkat. Pasalnya, banyak juga masukan ke DPR yang menyebutkan kinerja guru belum meningkat meski sudah mendapat tunjangan profesi.
Ketua DPR juga mengatakan, saat ini anggaran pendidikan dari APBN sudah 20% atau sekitar Rp280 triliun. Jumlah itu naik Rp40 triliun dibanding tahun lalu. Hanya saja, dia mengakui dana pendidikan tidak terkonsentrasi di Kementerian Pendidikan Nasional. Karena, dana tersebar di 20 kementerian.
Ketua Umum PGRI Sulistyo menyampaikan, tahun 2012 ini dana pendidikan memang sudah diatas 20%. Hanya saja, nilai dana tersebut tidak murni untuk pendidikan karena gaji guru masih masuk didalamnya. Belum lagi soal penyebaran dana di sejumlah kementerian yang ada.
Terkait aturan upah minimal untuk guru honorer dan guru swasta, dia mengakui sudah disampaikan pada Presiden SBY. Bahkan, presiden sangat mengapresiasi perjuangan PGRI tersebut. Hanya saja, untuk merealisasikan hal itu butuh kajian karena terkait kemampuan keuangan negara. “Idealnya, upah minimal guru honorer dan swasta menjadi tanggung jawab pemerintah pusat atau APBN. Tidak dibebankan pada daerah,” ujarnya.
Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya mendukung penuh rencana PGRI maupun DPR RI untuk memperjuangan upah minal yang diterima guru honorer. Sebab kondisi di Sukoharjo saat ini juga sedang mendapat masalah dengan adanya jumlah pembengkakan guru honorer mencapai 4.892 orang. Mereka dianggap masih mendapatkan honor sangat minim ditengah beban kerja yang sangat berat. “Persoalan minimnya honor guru honorer bukan hanya terjadi di Sukoharjo tapi skala nasional. Karena itu upaya PGRI dan DPR RI untuk memperjuangan upah minimal sangat di dukung,” ujar Wardoyo Wijaya.
Penegak Hukum Harus Kedepankan Hati Nurani
Aparat penegak hukum diharapkan mengedepankan hati nurani dalam menangani kasus, terutama yang menyentuh rasa keadilan masyarakat. Ini dikarenakan penegakan hukum sebenarnya tidak dibatasi oleh penerapan undang-undang secara normatif atau kaku. Hal ini dikatakan Ketua DPR Marzuki Alie pada seminar nasional "Meningkatkan Peran Strategis Guru untuk Membangun Karakter Bangsa" di Pendapa Gede, Balai Kota Solo. di Solo, Rabu (4/1/2012). Ketua DPR menyampaikan hal tersebut ketika menanggapi banyaknya kasus tidak masuk akal yang ditangani penegak hukum, seperti pencurian sandal oleh AAL, remaja berusia 15 tahun, di Palu, Sulawesi Tengah."Jaksa, polisi, hakim harus punya nurani. Kalau cuma masalah pencurian sandal jepit, masak hukumannya sama dengan koruptor. Kasus-kasus begini selesaikan saja secara adat. Anggaran untuk tindak pidana umum memang sangat sedikit, tetapi jangan lantas kejaksaan mencari-cari kasus untuk mendapatkan dana," kata Marzuki.Alie.
Ketua DPR RI juga mengkritik sikap para guru yang hanya melaksanakan tanggungjawab sebagai guru, namun kurang amanah. Guru mestinya bisa menjadi sosok yang mencerdaskan dan membangun karakter generasi muda, bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban mengajar. "Mereka hanya sekadar menjalankan kewajiban, mengajar. Setelah itu selesai, guru sibuk sendiri dengan pekerjaan lain yang bisa memberikan penghasilan bagi mereka. Mulai dari memberikan kursus hingga menjadi makelar kendaraan atau tanah," ujar Ketua DPR. Ia mengatakan, pekerjaan tersebut baik dan boleh saja dilakukan oleh guru. Tetapi sebagai seorang sosok panutan yang patut digugu dan ditiru, seorang guru tidak boleh melupakan amanah untuk membentuk karakter bangsa. Kalau itu tidak dijalankan, dampaknya seperti yang disaksikan bersama saat ini. Tawuran antarpelajar, mahasiswa merusak kampus, murid memukul guru, dan guru menyiksa murid.
Berbagai kasus yang terjadi saat ini disebabkan karena semakin banyak rakyat Indonesia tidak memiliki hati nurani. Hal tersebut merupakan peninggalan pendidikan pada zaman sebelumnya, untuk itu dibutuhkan pendidikan karakter yang dimulai dari yang paling dasar. "Ya sekarang ini juga sudah banyak yang kehilangan sosok keteladanan, disinilah peran guru diperlukan untuk membentuk karakter bangsa melalui pendidikan berkarakter," katanya.
Pesan Mobil SMK
Ketua DPR melihat dan memesan satu mobil Kiat Esemka Digdaya double cabin sebelum Seminar Nasional Meningkatkan Peran Strategis Guru untuk Membangun Karakter Bangsa di Pendapi Gede Balaikota Solo. Ia menyempatkan diri melihat-lihat tiga mobil rakitan para siswa yang dipajang di halaman Balaikota. Dalam kesempatan itu Marzuki juga melihat mobil Kiat Esemka plat merah Nopol AD 1 A yang digunakan Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi). Namun Marzuki justru tertarik dengan Kiat Esemka Digdaya warna putih dengan bak terbuka di bagian belakang. Alasannya mobil berkapasitas mesin 1.500 CC itu dinilai sangat cocok untuk kendaraan operasional patroli pengawal (Patwal).
Semula penanggung jawab mobil, menawarkan harga Rp 95 juta untuk Kiat Esemka Digdaya, sama dengan harga Kiat Esemka Rajawali yang digunakan Jokowi-Rudy, kepada Marzuki. Namun setelah ditawar Rp 75 juta, penanggung jawab pun menerimanya. “Semula saya pasang harga Rp 95 juta tapi kemudian ditawar Rp 75 juta, kemudian saya terima. Ini sangat penting sebagai ajang promosi. Bila karya baik kenapa tidak dihargai,” ungkap Susanto Kepala SMKN 2 Solo.
Sedangkan Marzuki Alie mengatakan kreativitas karya anak bangsa harus didukung. Bila nantinya ada investor yang mau memberikan modal untuk komersialisasi Kiat Esemka, sangat didukung. Pasalnya Indonesia belum mempunyai mobil nasional (Mobnas). Perihal belum adanya izin jalan, Marzuki meminta Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan bertindak pro aktif memfasilitasi pengurusan izin. “Kementerian harus fasilitasi, datangi, beritahu yang perlu diurus apa saja. Begitu juga Kementerian Perdagangan. Karya anak bangsa kita wajib dukung,” papar dia.*
sumber: Kompas dan Solopos
Marzuki Alie menyebut kondisi kesejahteraan guru PNS sangat menjanjikan. Sebab dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir terjadi kenaikan peningkatan pendapatan. Termasuk diantaranya tunjangan sertifikasi guru. Bahkan hasil dari tunjangan tersebut mampu mencukupi kebutuhan para PNS untuk menunaikan ibadah haji. “Peserta ibadah haji tahun ini bahkan terbesar dari kalangan PNS hasil dari tunjangan sertifikasi. Kita lihat betapa melejitnya pendapatan mereka, namun disisi lain kondisi sebaliknya dialami guru honorer. Dengan gaji minim, mereka juga dituntut untuk mendapat beban kerja sama berat,” lanjutnya.
Berdasarkan hal tersebut membuat DPR RI berusaha memperjuangan untuk perbaikan peningkatan kesejahteraan guru honorer. Salah satu bentuk perjuangan tersebut yakni dengan memperjuangan adanya aturan tentang upah minimal yang diterima guru honorer. “PGRI sudah menyampaikan mengenai masalah upah minimal ini. Ini penting untuk diperjuangkan,” tegasnya.
Menurut Marzuki, saat ini guru negeri atau guru PNS bisa dikatakan sudah sejahtera. Apalagi, guru yang sudah lolos sertifikasi karena mendapat tambahan tunjangan profesi. Disisi lain, guru honorer dan guru swasta belum mendapatkan upah yang layak sehingga belum sejahtera.
Saat ini, masih ada guru honorer yang mendapat upah Rp 150.000 atau Rp 200.000 per bulan. Nantinya, DPR akan mendorong pemerintah untuk membuat aturan tentang upah minimal bagi guru honorer dan guru swasta. Dengan gaji serta tunjangan yang sangat besar diharapkan kinerja para guru PNS meningkat. Pasalnya, banyak juga masukan ke DPR yang menyebutkan kinerja guru belum meningkat meski sudah mendapat tunjangan profesi.
Ketua DPR juga mengatakan, saat ini anggaran pendidikan dari APBN sudah 20% atau sekitar Rp280 triliun. Jumlah itu naik Rp40 triliun dibanding tahun lalu. Hanya saja, dia mengakui dana pendidikan tidak terkonsentrasi di Kementerian Pendidikan Nasional. Karena, dana tersebar di 20 kementerian.
Ketua Umum PGRI Sulistyo menyampaikan, tahun 2012 ini dana pendidikan memang sudah diatas 20%. Hanya saja, nilai dana tersebut tidak murni untuk pendidikan karena gaji guru masih masuk didalamnya. Belum lagi soal penyebaran dana di sejumlah kementerian yang ada.
Terkait aturan upah minimal untuk guru honorer dan guru swasta, dia mengakui sudah disampaikan pada Presiden SBY. Bahkan, presiden sangat mengapresiasi perjuangan PGRI tersebut. Hanya saja, untuk merealisasikan hal itu butuh kajian karena terkait kemampuan keuangan negara. “Idealnya, upah minimal guru honorer dan swasta menjadi tanggung jawab pemerintah pusat atau APBN. Tidak dibebankan pada daerah,” ujarnya.
Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya mendukung penuh rencana PGRI maupun DPR RI untuk memperjuangan upah minal yang diterima guru honorer. Sebab kondisi di Sukoharjo saat ini juga sedang mendapat masalah dengan adanya jumlah pembengkakan guru honorer mencapai 4.892 orang. Mereka dianggap masih mendapatkan honor sangat minim ditengah beban kerja yang sangat berat. “Persoalan minimnya honor guru honorer bukan hanya terjadi di Sukoharjo tapi skala nasional. Karena itu upaya PGRI dan DPR RI untuk memperjuangan upah minimal sangat di dukung,” ujar Wardoyo Wijaya.
Penegak Hukum Harus Kedepankan Hati Nurani
Aparat penegak hukum diharapkan mengedepankan hati nurani dalam menangani kasus, terutama yang menyentuh rasa keadilan masyarakat. Ini dikarenakan penegakan hukum sebenarnya tidak dibatasi oleh penerapan undang-undang secara normatif atau kaku. Hal ini dikatakan Ketua DPR Marzuki Alie pada seminar nasional "Meningkatkan Peran Strategis Guru untuk Membangun Karakter Bangsa" di Pendapa Gede, Balai Kota Solo. di Solo, Rabu (4/1/2012). Ketua DPR menyampaikan hal tersebut ketika menanggapi banyaknya kasus tidak masuk akal yang ditangani penegak hukum, seperti pencurian sandal oleh AAL, remaja berusia 15 tahun, di Palu, Sulawesi Tengah."Jaksa, polisi, hakim harus punya nurani. Kalau cuma masalah pencurian sandal jepit, masak hukumannya sama dengan koruptor. Kasus-kasus begini selesaikan saja secara adat. Anggaran untuk tindak pidana umum memang sangat sedikit, tetapi jangan lantas kejaksaan mencari-cari kasus untuk mendapatkan dana," kata Marzuki.Alie.
Ketua DPR RI juga mengkritik sikap para guru yang hanya melaksanakan tanggungjawab sebagai guru, namun kurang amanah. Guru mestinya bisa menjadi sosok yang mencerdaskan dan membangun karakter generasi muda, bukan hanya sekedar menjalankan kewajiban mengajar. "Mereka hanya sekadar menjalankan kewajiban, mengajar. Setelah itu selesai, guru sibuk sendiri dengan pekerjaan lain yang bisa memberikan penghasilan bagi mereka. Mulai dari memberikan kursus hingga menjadi makelar kendaraan atau tanah," ujar Ketua DPR. Ia mengatakan, pekerjaan tersebut baik dan boleh saja dilakukan oleh guru. Tetapi sebagai seorang sosok panutan yang patut digugu dan ditiru, seorang guru tidak boleh melupakan amanah untuk membentuk karakter bangsa. Kalau itu tidak dijalankan, dampaknya seperti yang disaksikan bersama saat ini. Tawuran antarpelajar, mahasiswa merusak kampus, murid memukul guru, dan guru menyiksa murid.
Berbagai kasus yang terjadi saat ini disebabkan karena semakin banyak rakyat Indonesia tidak memiliki hati nurani. Hal tersebut merupakan peninggalan pendidikan pada zaman sebelumnya, untuk itu dibutuhkan pendidikan karakter yang dimulai dari yang paling dasar. "Ya sekarang ini juga sudah banyak yang kehilangan sosok keteladanan, disinilah peran guru diperlukan untuk membentuk karakter bangsa melalui pendidikan berkarakter," katanya.
Pesan Mobil SMK
Ketua DPR melihat dan memesan satu mobil Kiat Esemka Digdaya double cabin sebelum Seminar Nasional Meningkatkan Peran Strategis Guru untuk Membangun Karakter Bangsa di Pendapi Gede Balaikota Solo. Ia menyempatkan diri melihat-lihat tiga mobil rakitan para siswa yang dipajang di halaman Balaikota. Dalam kesempatan itu Marzuki juga melihat mobil Kiat Esemka plat merah Nopol AD 1 A yang digunakan Walikota Solo, Joko Widodo (Jokowi). Namun Marzuki justru tertarik dengan Kiat Esemka Digdaya warna putih dengan bak terbuka di bagian belakang. Alasannya mobil berkapasitas mesin 1.500 CC itu dinilai sangat cocok untuk kendaraan operasional patroli pengawal (Patwal).
Semula penanggung jawab mobil, menawarkan harga Rp 95 juta untuk Kiat Esemka Digdaya, sama dengan harga Kiat Esemka Rajawali yang digunakan Jokowi-Rudy, kepada Marzuki. Namun setelah ditawar Rp 75 juta, penanggung jawab pun menerimanya. “Semula saya pasang harga Rp 95 juta tapi kemudian ditawar Rp 75 juta, kemudian saya terima. Ini sangat penting sebagai ajang promosi. Bila karya baik kenapa tidak dihargai,” ungkap Susanto Kepala SMKN 2 Solo.
Sedangkan Marzuki Alie mengatakan kreativitas karya anak bangsa harus didukung. Bila nantinya ada investor yang mau memberikan modal untuk komersialisasi Kiat Esemka, sangat didukung. Pasalnya Indonesia belum mempunyai mobil nasional (Mobnas). Perihal belum adanya izin jalan, Marzuki meminta Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan bertindak pro aktif memfasilitasi pengurusan izin. “Kementerian harus fasilitasi, datangi, beritahu yang perlu diurus apa saja. Begitu juga Kementerian Perdagangan. Karya anak bangsa kita wajib dukung,” papar dia.*
sumber: Kompas dan Solopos
Walikota Bandung, H. Dada Rosada
Diminta Segera Wujudkan Pembangunan Monumen
Gema Proklamasi (Monumen Radio) Di Kota Bandung
Gema Proklamasi (Monumen Radio) Di Kota Bandung
Walikota Bandung, H. Dada Rosada |
Bandung, INA-INA.
MENURUT Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Kota Bandung, H. Sudirman menceritakan situasi Kota Jakarta dan Bandung Petang itu tegang, penjagaan ketat para serdadu Jepang masih terlihat, sehingga upaya untuk menyebar luaskan proklamasi Kemerdekaan penuh resiko karena moncong senjata Dai Nippon sewaktu-waktu bisa meletus dan merengut nyawa setiap orang.
H. Sudirman yang juga penggagas Monumen Gema Proklamasi menambahkan secara heroik para pejuang radio Jakarta dan Bandung tidak peduli dengan bahaya yang mengintai. Kejadian sore itu sebenarnya sebagai tindak lanjut gagalnya rencana penyiaran langsung Proklamasi Kemerdekaan oleh Soekarno-Hatta jam 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 mela-lui radio Jakarta dan Bandung.
Dalam buku sejarah pendirian Monumen Gema Proklamasi (Monumen Radio) yang ditulis oleh Kepala RRI Bandung, H. Bochri Rachman, SH waktu itu, “bahwa siaran langsung pagi itu tidak jadi dilaksanakan karena ketatnya penja-gaan serdadu Jepang dan terganggu-nya hubungan komunikasi telepon di Jakarta. Akhirnya naskah Prokla-masi kemerdekaaan itu disiarkan petang hari. Adalah Yusuf Ronodipuro pejuang Radio Jakarta dibantu kawan-kawan berhasil menyiarkan naskah proklamasi kemerdekaan melalui corong radio Jakarta tanggal 17 agustus 1945 jam 19.00 waktu Jawa atau 9 jam setelah Bung Karno membaca Teks Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Pada waktu yang bersamaan pukul 19.00 waktu Jawa. Sakti Alamsyah bersama kawan-kawan secara bergantian membaca naskah proklamasi kemerdekaan di depan corong radio Bandung. Pembacaan naskah proklamasi di radio Jakarta disiarkan dengan pemancar local berkekuatan 100 watt, sedangkan di Radio Bandung di pancar luaskan dengan pemancar gelombang pen-dek milik PTT berkekuatan 10 kilo watt sehingga mampu menembus dunia……
Sebelumnya para pejuang Radio Bandung berhasil mengambil alih studio dan pemancar radio Bandung HOSOKYOKU di Jalan Tegalega dari tangan Jepang. Mereka lalu berupaya menghubungi para pemuda pos telegraf dan telefon (PTT) yang menguasai pemancar Radio di Dayeuhkolot dengan kekuatan 10 kilo watt. Pemancar inilah yang dipergunakan menyiarkan naskah proklamasi oleh Sakti Alamsyah bersama RA.Darja, Syam Amir, dan Odas Soemadilaga secara bergantian. Sedangkan di ruang operator ada Hasyim dan Sofyan Djunaedi, Sementara diruang control siaga para pejuang Radio Bandung seperti Herman Gansasmita, Brotokoesoemo, Memet Soediono, Sukaesih, dan Abdul Razak. Yang lainnya berjaga-jaga diluar studio dari segala kemungkinan serangan tentara Jepang.
Naskah Proklamasi tersebut berulang-ulang dibacakan dalam ber-bagai bahasa. Aktifitas para pejuang radio baik Jakarta maupun Bandung dan daerah lainnya menimbulkan tindakan tegas tentara Jepang. Tidak sedikit para pejuang radio yang ditangkap dan ditahan.
Didalam perjalan sejarah perjuangan radio, mempertahankan kemerdekaan, Radio Jakarta juga memanfaatkan pemancar PTT di Bandung untuk menyiarkan secara luas beritya tentang perjuangan rakyat Indonesia sehingga tersebar keseluruh dunia. Siaran ini di dengar di Inggris, Amerika, Australia, India, Bagdad, Irak, dll, dan mendapat respon antara lain dari BBC London, VOA, ALL India Radio, dan Radio Ceylon.
Salah seorang saksi sejarah Imron Rosadi yang waktu itu sedang berada di Bagdad Irak bersaksi : “SAYA SEBAGAI KETUA PERHIMPUNAN ZAMUAL SUBAN YANG ANGGOTANYA 11 ORANG MAHASISWA DAN PEKERJA ASAL INDONESIA DI BAGDAD, SAYA MALAM ITU MENDENGAR DARI RADIO BANDUNG NASKAH PROKLA-MASI. BEGITU GEMBIRANYA SAYA SEOLAH-OLAH PROKLAMASI ITU ADALAH ISTIQOSAH DAN DOA KAMI. ESOK HARINYA SAYA LARI KERUMAH KAWAN-KAWAN, SAYA MENDENGAR BAHWA INDONESIA TELAH MERDEKA”.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Jakarta dan Bandung sangat berperan didalam menyiarkan naskah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi penyebar luasannya ke dunia melalui pemancar radio milik jawatan PTT di Bandung. Dengan demikian maka sangat beralasan jika sejarah perjuangan pemuda radio diabadikan melalui monumen Gema Proklamasi (Monumen Radio ) di Bandung.
Monumen ini akan menjadi lambang perjuangan Insan Radio di Indonesia didalam ikut merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sangat banyak pejuang radio diberbagai daerah memberi peran yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI antara lain : pejuang Radio Surabaya, Jogyakarta, Solo, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Teng-gara, bahkan para pejuang radio di Maluku dan Irian. Dengan demikian maka monument radio di tanah air tercinta.
Itulah sebabnya untuk pembangunan monument ini didatangkan tanah dan air dari seluruh Indinesia. Seluruh Stasion RRI di nusantara, radio swasta, radio komunitas mengirimlkan tanahdan air untuk dasr pembangunan monument ini. Ini adalah simbul perjuangan radio seluruh Nusantara dan menjadi milik bersama insan radio, pemerintah, dan masyarakat.
Pembangunan monument radio ini mendapat respon besar dari Walikota Bandung H. Dada Rosada, yang juga penggagas karena menurut Dada, monumen ini memiliki nilai sejarah bangsa sekaligus memperin-dah kota.
Direktur Utama LPP RRI Parni Hadi, penggagas monumen, berke-inginan agar monumen ini tidak se-kedar monumen tetapi mampu ber-bicara tentang lintas sejarah perjua-ngan insan Radio dalam menggema-kan Proklamasi ke dunia.
Pembangunan monumen radio ini adalah sebagai penghargaan atas pengorbanan para pejuang khususnya pejuang radio di Indonesia di dalam menegakan kemerdekaan dan mempertahankan NKRI. Monumen Gema Proklamasi ini digagas dida-lam seminar Hari Radio ke-62 di Bandung 9 September 2007.
Tokoh-tokoh RRI seperti Parni Hadi (Dirut LPP RRI), H. Suryanta Saleh (Mantan Dirut Perjan RRI), Hendro Martono (Ketua Dewas RRI) bersama seluruh jajaran Direksi dan Anggota Dewas Pemda Propinsi Jawa Barat dan Kota Bandung, Legiun Veteran Kota dan Angkatan 45 Bandung, telah memperkuat ga-gasan pembangunan monumen ini.
Para penggagas menginginkan monumen ini selain memperindah kota Bandung, juga simbul abadi pejuang radio. Penggagas terdiri dari: Dada Rosada (Walikota Bandung), H.Bochri Rachman, SH (Kepsta RRI Bandung), Drs. H. R. Baskara Alm. (Mantan Kepsta RRI Stasiun Nasional Jakarta), Drs. H.Tjutju Tjuarna ADIKARYA (Mantan Kepsta RRI Bandung ). R. Sudirman (Angkatan 45), Drs. R.Sulaeman ( RRI Bandung ), Drs. Aep Karman, MM. Hidayat (RRI Bandung), Drs. Nastah Anshari, Djadjad Sudrajat. SE, Endang Pudjiharti S.Sos.MM. Dra. Redno Desi Swasri M.Si dan Kokon Darmawan ( Generasi Muda ).
Maksud dan tujuan pembang-unan monumen ini adalah untuk melestarikan nilai-nilai perjuangan bangsa \,khususnya pemuda radio Bandung dalam menegaskan kemerdekaan Indonesia. Selain itu monumen ini bertujuan mengingatkan bahwa pejuang radio turut berperan dalam kemerdekaan Indonesia dan mempertegas pentingnya sejarah bangsa Indonesia yang mempeng-aruhi pergerakkan kemerdekaan bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika.
Menurut Ketua Generasi Penerus Perintis Kemerdekaan (GPPK) Provinsi Jawa Barat, R. Kurnia, MA, pembangunan Monumen Gema Proklamasi (Monumen Radio) di Kota Bandung oleh para penggagas diminta agar segera diwujudkan oleh Walikota Bandung, Pemda Jawa Barat dan Pemerintah RI, karena perencanaannya sudah sangat lama,” pungkas R. Kurnia. Tim R
H. Sudirman yang juga penggagas Monumen Gema Proklamasi menambahkan secara heroik para pejuang radio Jakarta dan Bandung tidak peduli dengan bahaya yang mengintai. Kejadian sore itu sebenarnya sebagai tindak lanjut gagalnya rencana penyiaran langsung Proklamasi Kemerdekaan oleh Soekarno-Hatta jam 10 pagi tanggal 17 Agustus 1945 mela-lui radio Jakarta dan Bandung.
Dalam buku sejarah pendirian Monumen Gema Proklamasi (Monumen Radio) yang ditulis oleh Kepala RRI Bandung, H. Bochri Rachman, SH waktu itu, “bahwa siaran langsung pagi itu tidak jadi dilaksanakan karena ketatnya penja-gaan serdadu Jepang dan terganggu-nya hubungan komunikasi telepon di Jakarta. Akhirnya naskah Prokla-masi kemerdekaaan itu disiarkan petang hari. Adalah Yusuf Ronodipuro pejuang Radio Jakarta dibantu kawan-kawan berhasil menyiarkan naskah proklamasi kemerdekaan melalui corong radio Jakarta tanggal 17 agustus 1945 jam 19.00 waktu Jawa atau 9 jam setelah Bung Karno membaca Teks Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Pada waktu yang bersamaan pukul 19.00 waktu Jawa. Sakti Alamsyah bersama kawan-kawan secara bergantian membaca naskah proklamasi kemerdekaan di depan corong radio Bandung. Pembacaan naskah proklamasi di radio Jakarta disiarkan dengan pemancar local berkekuatan 100 watt, sedangkan di Radio Bandung di pancar luaskan dengan pemancar gelombang pen-dek milik PTT berkekuatan 10 kilo watt sehingga mampu menembus dunia……
Sebelumnya para pejuang Radio Bandung berhasil mengambil alih studio dan pemancar radio Bandung HOSOKYOKU di Jalan Tegalega dari tangan Jepang. Mereka lalu berupaya menghubungi para pemuda pos telegraf dan telefon (PTT) yang menguasai pemancar Radio di Dayeuhkolot dengan kekuatan 10 kilo watt. Pemancar inilah yang dipergunakan menyiarkan naskah proklamasi oleh Sakti Alamsyah bersama RA.Darja, Syam Amir, dan Odas Soemadilaga secara bergantian. Sedangkan di ruang operator ada Hasyim dan Sofyan Djunaedi, Sementara diruang control siaga para pejuang Radio Bandung seperti Herman Gansasmita, Brotokoesoemo, Memet Soediono, Sukaesih, dan Abdul Razak. Yang lainnya berjaga-jaga diluar studio dari segala kemungkinan serangan tentara Jepang.
Naskah Proklamasi tersebut berulang-ulang dibacakan dalam ber-bagai bahasa. Aktifitas para pejuang radio baik Jakarta maupun Bandung dan daerah lainnya menimbulkan tindakan tegas tentara Jepang. Tidak sedikit para pejuang radio yang ditangkap dan ditahan.
Didalam perjalan sejarah perjuangan radio, mempertahankan kemerdekaan, Radio Jakarta juga memanfaatkan pemancar PTT di Bandung untuk menyiarkan secara luas beritya tentang perjuangan rakyat Indonesia sehingga tersebar keseluruh dunia. Siaran ini di dengar di Inggris, Amerika, Australia, India, Bagdad, Irak, dll, dan mendapat respon antara lain dari BBC London, VOA, ALL India Radio, dan Radio Ceylon.
Salah seorang saksi sejarah Imron Rosadi yang waktu itu sedang berada di Bagdad Irak bersaksi : “SAYA SEBAGAI KETUA PERHIMPUNAN ZAMUAL SUBAN YANG ANGGOTANYA 11 ORANG MAHASISWA DAN PEKERJA ASAL INDONESIA DI BAGDAD, SAYA MALAM ITU MENDENGAR DARI RADIO BANDUNG NASKAH PROKLA-MASI. BEGITU GEMBIRANYA SAYA SEOLAH-OLAH PROKLAMASI ITU ADALAH ISTIQOSAH DAN DOA KAMI. ESOK HARINYA SAYA LARI KERUMAH KAWAN-KAWAN, SAYA MENDENGAR BAHWA INDONESIA TELAH MERDEKA”.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Jakarta dan Bandung sangat berperan didalam menyiarkan naskah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, tetapi penyebar luasannya ke dunia melalui pemancar radio milik jawatan PTT di Bandung. Dengan demikian maka sangat beralasan jika sejarah perjuangan pemuda radio diabadikan melalui monumen Gema Proklamasi (Monumen Radio ) di Bandung.
Monumen ini akan menjadi lambang perjuangan Insan Radio di Indonesia didalam ikut merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Sangat banyak pejuang radio diberbagai daerah memberi peran yang besar dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI antara lain : pejuang Radio Surabaya, Jogyakarta, Solo, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Teng-gara, bahkan para pejuang radio di Maluku dan Irian. Dengan demikian maka monument radio di tanah air tercinta.
Itulah sebabnya untuk pembangunan monument ini didatangkan tanah dan air dari seluruh Indinesia. Seluruh Stasion RRI di nusantara, radio swasta, radio komunitas mengirimlkan tanahdan air untuk dasr pembangunan monument ini. Ini adalah simbul perjuangan radio seluruh Nusantara dan menjadi milik bersama insan radio, pemerintah, dan masyarakat.
Pembangunan monument radio ini mendapat respon besar dari Walikota Bandung H. Dada Rosada, yang juga penggagas karena menurut Dada, monumen ini memiliki nilai sejarah bangsa sekaligus memperin-dah kota.
Direktur Utama LPP RRI Parni Hadi, penggagas monumen, berke-inginan agar monumen ini tidak se-kedar monumen tetapi mampu ber-bicara tentang lintas sejarah perjua-ngan insan Radio dalam menggema-kan Proklamasi ke dunia.
Pembangunan monumen radio ini adalah sebagai penghargaan atas pengorbanan para pejuang khususnya pejuang radio di Indonesia di dalam menegakan kemerdekaan dan mempertahankan NKRI. Monumen Gema Proklamasi ini digagas dida-lam seminar Hari Radio ke-62 di Bandung 9 September 2007.
Tokoh-tokoh RRI seperti Parni Hadi (Dirut LPP RRI), H. Suryanta Saleh (Mantan Dirut Perjan RRI), Hendro Martono (Ketua Dewas RRI) bersama seluruh jajaran Direksi dan Anggota Dewas Pemda Propinsi Jawa Barat dan Kota Bandung, Legiun Veteran Kota dan Angkatan 45 Bandung, telah memperkuat ga-gasan pembangunan monumen ini.
Para penggagas menginginkan monumen ini selain memperindah kota Bandung, juga simbul abadi pejuang radio. Penggagas terdiri dari: Dada Rosada (Walikota Bandung), H.Bochri Rachman, SH (Kepsta RRI Bandung), Drs. H. R. Baskara Alm. (Mantan Kepsta RRI Stasiun Nasional Jakarta), Drs. H.Tjutju Tjuarna ADIKARYA (Mantan Kepsta RRI Bandung ). R. Sudirman (Angkatan 45), Drs. R.Sulaeman ( RRI Bandung ), Drs. Aep Karman, MM. Hidayat (RRI Bandung), Drs. Nastah Anshari, Djadjad Sudrajat. SE, Endang Pudjiharti S.Sos.MM. Dra. Redno Desi Swasri M.Si dan Kokon Darmawan ( Generasi Muda ).
Maksud dan tujuan pembang-unan monumen ini adalah untuk melestarikan nilai-nilai perjuangan bangsa \,khususnya pemuda radio Bandung dalam menegaskan kemerdekaan Indonesia. Selain itu monumen ini bertujuan mengingatkan bahwa pejuang radio turut berperan dalam kemerdekaan Indonesia dan mempertegas pentingnya sejarah bangsa Indonesia yang mempeng-aruhi pergerakkan kemerdekaan bangsa-bangsa di kawasan Asia dan Afrika.
Menurut Ketua Generasi Penerus Perintis Kemerdekaan (GPPK) Provinsi Jawa Barat, R. Kurnia, MA, pembangunan Monumen Gema Proklamasi (Monumen Radio) di Kota Bandung oleh para penggagas diminta agar segera diwujudkan oleh Walikota Bandung, Pemda Jawa Barat dan Pemerintah RI, karena perencanaannya sudah sangat lama,” pungkas R. Kurnia. Tim R
Pemkot Bandung Terima
Penghargaan Wahana Tata Nugraha
Bandung, INA-INA
Pemerintah Kota Bandung dua kali berturut-turut menerima Piala Wahana Tata Nugraha 2010 kategori angkutan untuk Kota Metropolitan. Walikota Bandung
Piala Wahana Tata Nugraha diterima langsung oleh Walikota Bandung Dada Rosada yang diserahkan oleh Menteri Perhubungan Freddy Numberi. Pada acara penyerahan penghargaan Wahana Tata Nugraha dan Bus Bantuan, di Kantor Kementerian Perhubungan, Jalan Merdeka Barat No 8, Jakarta, Rabu (20/7).
Penghargaan ini, merupakan yang kedua kali dan berturut turut untuk kategori angkutan, setelah tahun sebelumnya, tahun 2010 Pemerintah Kota Bandung juga menerima penghargaan serupa. Selain Kota Bandung, 2 kota metropolitan lainnya juga menerima penghargaan serupa, yaitu Kota Palembang dan Kota Semarang.
Walikota Bandung Dada Rosada Mengucapkan terima kasih atas diterimanya penghargaan yang kedua kalinya secara berturut turut tersebut. "Kita ucapkan terima kasih, kepada warga Kota Bandung dan para pelaku angkutan yang telah berlaku sesuai aturan, sehingga kita secara berturut-turut meraih penghargaan ini," ujar Dada setelah menerima penghargaan.
Penghargaan tersebut dapat diraih, menurut Dada karena Pemkot Bandung secara konsisten dalam mengelola transportasi massal di Kota Bandung. "Semoga penghargaan ini menjadi pendorong bagi pemerintah, warga dan pelaku angkutan untuk dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya," jelasnya.
Dada juga menjelaskan, harapannya agar bantuan bus sekolah dan bus massal untuk angkutan umum dari kementerian perhubungan dapat cepat terealisasi. Karena Kota Bandung makin lama makin macet apabila tidak dipersiapkan angkutan massalnya maka akan menimbulkan kesulitan.
"Apabila transportasi massal ini tidak kita persiapkan, kemungkinan besar Bandung akan mengalami kemacetan yang luar biasa, dan nantinya kemungkinan wisatawan tidak mau datang ke Bandung," ujar Dada.
Dada pun menuturkan, Pemkot Bandung telah menyiapkan konsep mengenai angkutan masal, dan yang paling dekat adalah dengan menyiapkan shelter-shelter untuk Trans Metro Bandung (TMB). "Selain menyiapkan shelter kita juga, sedang menunggu tambahan bus untuk TMB," ucapnya.
Senada dengan Walikota Bandung, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung Prijo Soebiandono mengucapkan syukur atas diterimanya penghargaan secara berturut-turut. "Saya bersyukur atas penghargaan ini, dan berharap bukan hanya kategori angkutan saja yang berhasil di raih, tetapi juga kategori lalu lintas," ujarnya.
Prijo Soebiandono juga menutukan, Bandung menerima Wahana Tata Nugraha karena telah berhasil membenahi angkutan umum. "Kita sekarang sudah jalankan TMB, bahkan shelter permanennya tengah kita bangun. Dan itu satu-satunya di Indonesia yang tidak menggunakan dana APBD maupun APBN," ujarnya.
Tahun ini, kata Prijo, pihaknya pun tengah mempersiapkan penambahan TMB koridor 2. Konsorsium sudah dibentuk, dan pihaknya akan terus mendorong pemerintah pusat memberi bantuan bus. "Sekarang kita mulai terus membenahi angkutan massal, sesuai amanat Undang-undang. Akan kita upayakan semuanya terintegritas dengan masterplan transportasi yang sudah ada," tandas Prijo seraya berharap Kota Bandung dapat lima kali mendapatkan piala tersebut agar bisa mendapatkan Piala Wahana Tata Nugraha Kencana. Edwandi
Bandung, INA-INA.
Pemerintah Kota Bandung dua kali berturut-turut menerima Piala Wahana Tata Nugraha 2010 kategori angkutan untuk Kota Metropolitan. Walikota Bandung
Piala Wahana Tata Nugraha diterima langsung oleh Walikota Bandung Dada Rosada yang diserahkan oleh Menteri Perhubungan Freddy Numberi. Pada acara penyerahan penghargaan Wahana Tata Nugraha dan Bus Bantuan, di Kantor Kementerian Perhubungan, Jalan Merdeka Barat No 8, Jakarta, Rabu (20/7).
Penghargaan ini, merupakan yang kedua kali dan berturut turut untuk kategori angkutan, setelah tahun sebelumnya, tahun 2010 Pemerintah Kota Bandung juga menerima penghargaan serupa. Selain Kota Bandung, 2 kota metropolitan lainnya juga menerima penghargaan serupa, yaitu Kota Palembang dan Kota Semarang.
Walikota Bandung Dada Rosada Mengucapkan terima kasih atas diterimanya penghargaan yang kedua kalinya secara berturut turut tersebut. "Kita ucapkan terima kasih, kepada warga Kota Bandung dan para pelaku angkutan yang telah berlaku sesuai aturan, sehingga kita secara berturut-turut meraih penghargaan ini," ujar Dada setelah menerima penghargaan.
Penghargaan tersebut dapat diraih, menurut Dada karena Pemkot Bandung secara konsisten dalam mengelola transportasi massal di Kota Bandung. "Semoga penghargaan ini menjadi pendorong bagi pemerintah, warga dan pelaku angkutan untuk dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya," jelasnya.
Dada juga menjelaskan, harapannya agar bantuan bus sekolah dan bus massal untuk angkutan umum dari kementerian perhubungan dapat cepat terealisasi. Karena Kota Bandung makin lama makin macet apabila tidak dipersiapkan angkutan massalnya maka akan menimbulkan kesulitan.
"Apabila transportasi massal ini tidak kita persiapkan, kemungkinan besar Bandung akan mengalami kemacetan yang luar biasa, dan nantinya kemungkinan wisatawan tidak mau datang ke Bandung," ujar Dada.
Dada pun menuturkan, Pemkot Bandung telah menyiapkan konsep mengenai angkutan masal, dan yang paling dekat adalah dengan menyiapkan shelter-shelter untuk Trans Metro Bandung (TMB). "Selain menyiapkan shelter kita juga, sedang menunggu tambahan bus untuk TMB," ucapnya.
Senada dengan Walikota Bandung, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung Prijo Soebiandono mengucapkan syukur atas diterimanya penghargaan secara berturut-turut. "Saya bersyukur atas penghargaan ini, dan berharap bukan hanya kategori angkutan saja yang berhasil di raih, tetapi juga kategori lalu lintas," ujarnya.
Prijo Soebiandono juga menutukan, Bandung menerima Wahana Tata Nugraha karena telah berhasil membenahi angkutan umum. "Kita sekarang sudah jalankan TMB, bahkan shelter permanennya tengah kita bangun. Dan itu satu-satunya di Indonesia yang tidak menggunakan dana APBD maupun APBN," ujarnya.
Tahun ini, kata Prijo, pihaknya pun tengah mempersiapkan penambahan TMB koridor 2. Konsorsium sudah dibentuk, dan pihaknya akan terus mendorong pemerintah pusat memberi bantuan bus. "Sekarang kita mulai terus membenahi angkutan massal, sesuai amanat Undang-undang. Akan kita upayakan semuanya terintegritas dengan masterplan transportasi yang sudah ada," tandas Prijo seraya berharap Kota Bandung dapat lima kali mendapatkan piala tersebut agar bisa mendapatkan Piala Wahana Tata Nugraha Kencana. Edwandi
Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda, DR. Acfitra Salamm,APU :
Perlu Revitalisasi Program Kepemudaan
Perlu Revitalisasi Program Kepemudaan
UPT PP – PON Bukan Hanya Milik Jakarta Tapi Milik Pemuda Seluruh Indonesia
DR. Acfitra Salamm,APU, |
Jeane Ratna Sarief S.Kom |
Hal tersebut disampaikan Jeane Ratna Sarief S.Kom pada Sosialisasi Unit Pelaksana Teknis Pusat Pemberdayaan Pemuda Dan Olahraga Nasional, Kementerian Pemuda Dan Olahraga yang diikuti oleh Organisasi kepemudaan (OKP) se Kota Bandung, diantaranya DPC Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bandung, DPC Karang Taruna Kota Bandung, bertempat di Garden Permata Hotel, Jalan Lemahneundeut No. 7 Setrasari, Pasteur, Bandung, (13/12) lalu.
Sosialisasi UPT PP – PON tersebut dibuka langsung oleh Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda DR. Acfitra Salamm,APU, dan juga dihadir Kepala Dinas Pemuda Dan Olahraga Provinsi Jawa Barat, DR. H. Amung Ma’mun, M.Pd, Wawan Dewa mewakili Kadispora Kota Bandung.
Lebih lanjut Jeane.mengatakan bahwa PP-PON meninginkan kerjasama dalam membangun sinergitas antara semua instansi, baik itu institusi pemerintah, swasta, masyarakat, stakeholder kepemudaan dan keolahragaan, maupun pihak-pihak lain agar bias saling mengisi, saling bersinergi dalam rangka mewujudkan asmosfir pemberdayaan pemuda dan olahraga tanah air agar lebih kondusif dan visionable,” ungkap Jeane.
Jeane.menyatakan bahwa kami selaku pengelola berusaha memberikan pelayanan terbaik dari semua fasilitas yang dimiliki PP-PON. Dalam konteks sarana dan prasarana kami menerapkan biaya pelayanan yang relative murah karena Unit Pelaksana Teknis PP-POM tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan semata. PP-PON bertujuan untuk membantu melayani kebutuhan masyarakat dengan biaya pelayanan yang terjangkau oleh kemampuan semua institusi pemerintah, swasta maupun masyarakat luas. Penginapan dan penggunaan fasilitas di PP-PON tidak mengacu pada perhitungan kalkulatif bisnis, akan tetapi berdasarkan standar operasional perhitungan maintenance pengelolaan Unit Pelaksana Teknis,” jelas Jeane.
Ratna berharap PP-PON, sebagai salahsatu Unit Pelaksana Teknis Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, dalam era globalisasi saat ini bias menjadi wahana strategis dan efektif dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing dan wahana pembentukan watak dan karakter bangsa.
Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda DR. Acfitra Salamm,APU, kepada Indonesia-Indonesia mengatakan bahwa tujuan diselenggarakan sosialisasi UPT PP-PON ini, untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan fungsi dari PP-PON, yaitu sebagai pusat pelatihan pemuda dan olahraga. PP – PON ini bukan hanya milik Jakarta tapi milik pemuda seluruh Indonesia. Fasilitasnya cukup besar sehingga kita harapkan pemuda di Bandung - Jawa Barat ini bisa berlatih di PP-PON. Mengenai biaya fasilitas yang digunakan tidak begitu mahal, kita menyediakan fasilitas semurah mungkin khusus untuk pelatihan organisasi kepemudaan. Pemuda itu jangan hanya terpaku kepada masalah-masalah yang sifat diskusi, solusi dan inflasi, mereka juga harus memikirkan bagaimana meningkatkan regulator pusat olahraga dan mengembangkan konsep program yang berkaitan dengan masyarakat, seperti tanggap bencana musibah yang terjadi dilingkungannya, dan pemuda dapat sigap untuk meresponnya.
Oleh karena itu, kata Acfitra, saya sudah menyarankan buatlah tanggap bencana yang kecil, misalnya tanggap bencana kebakaran, longsor, gempa. Ini merupakan kegiatan yang rill karena kebakaran bisa saja terjadi setiap minggu, bulan, kalau ada tanggap bencana dilingkungan kelurahan,pedesaan sehingga itu akan mudah diatasi atau diredam. UPT PP-PON menyediakan untuk pelatihan-pelatihan seperti itu. Kegiatan tanggap bencana kita sudah berjalan, cuman kita akan adakan revitalisasi yang sigap setiap saat, jadi tanpa dimintapun tanggap bencana sudah perlu peduli terhadap masayarakat. Insyaallah kita akan mengadakan pelatihan tersebut dengan Jepang, kenapa dengan Jepang, karena jepang paling handal menangani bencana gempa bumi. Saya kemarin itu ada diskusi dengan departemen Luar negeri kerjasama Asean, ternyata disitu ada dana dari Jepang membantu Asean untuk tanggap bencana. Mungkin dalam pelatihan pelatihan itu kita akan mulai dari tingkat desa/kelurahan.
Acfitra berharap program pemuda direvitalisasi sehingga program kepemudaan dapat bermanfaat bagi masyarakat. Program pemuda itu bukan di kemenpora saja, tapi juga ada ditingkat provinsi, kab/kota, dan kita akan sinergikan. Kita hanya memberikan fasilitas, stimulan termasuk juga kegiatan-kegiatan perekonomian kewirausahaan, kita ingin menciptakan kader-kader wirausahan muda bekerjasama dengan UKM koperasi kedepannya.
Acfitra mengajak agar organisasi kepemudaan juga ikut dalam kegiatan kepramukaan, pramuka itu yang kita ambil nilai-nilai sosialnya seperti suka menolong, santun berjiwa sportif. kita harapkan semua OKP punya gugus depan. Mengenai pembatasan usia bagi pengurus OKP minimal 16 tahun dan maksimal 30 tahun. Saya harap acara ini mempunyai konribusi posistif buat pemuda Kota Bandung mungkin bisa menjadi contoh Kab/kota lainnya.
Menurut Acfitra peran organisasasi kepemudaan selama ini sebetulnya sudah banyak kegiatan-kegiatan, tapi sedikit yang mempunyai kontibusi terhadap kehidupan masyarakat, sehingga perlu adanya revitalisasi program,” pungkas Acfitria.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda Dan Olahraga Provinsi Jawa Barat, DR. Amung Ma’mun menyambut baik program-program UPT PP-PON. Banyaknya kegiatan Kemenpora di Jawa Barat suatu pertanda ada peningkatan bagi Jawa Barat, dimana aset pemuda begitu besar, dari 43 juta pemuda, 30 persennya pemuda yang berusia 16-30 tahun. Jadi semakin banyak program nasional di Jawa Barat keuntungan bagi Jabar, walaupun kegiatan ini lingkupnya kota bandung, tapi minimal ada kesempatan untuk mendengar informasi lebih cepat dari nasional.
Mengenai pembatasan usia pengurus organsasi kepemudaan, menurut Amung ini merupakan perubahan yang mendasar lahir Undang-Undang No 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, dalam konteks ini tentu saja pemuda itu harus melakukan reposisi sampai 2013, harus ada perubahan yang signifikan, kepemimpinannya harus usia maksimal 30 tahun.
Menurut Amung pemuda harus mampu menterjemahkan hasil partner- partner kita dalam rangka untuk negara ini. Oleh karena itu tidak boleh ada pemuda yang tidak memiliki keahlian, kesadaran maka pulih keahlian diberdayakan, mereka sudah siap. Setelah itu karena dia sadar diberdayakan, suatu saat dikembangkan jadi pemimpin, sangat luar biasa,” ungkap Amung. Edwandi
Pemerintah Kabupaten Bandung, “Kecolongan” Atau Tutup Mata ???
“PT Dekatex Disinyalir Beroperasi Tanpa Ijin”
Kab. Bandung, INA-INA
PT. Dekatex yang berdomisili di Majalaya, Kabupaten Bandung disinyalir didalam melakukan opersional perusahaannya tidak memiliki ijin dari dinas terkait, indikasi ini tercium taktala Indonesia-Indonesia melakukan cek and ricek di lapangan atas dasar informasi dari warga masyarakat sekitar perusahaan yang merasa curiga adanya aktivitas di luar PT. Tribakti.
Ketika di temui di ruang kerjanya, Rudi staf PT. Dekatex membenarkan bahwa perusahaanya selama ini belum memiliki ijin dari Pemerintah Kabupaten Bandung, menurutnya perusahaan belum mampu mengurus perijinan dikhawatirkan perusahaan akan rugi, “kami mencoba dulu, ini baru berjalan delapan bulan siapa tahu besok lusa kami rugi karena kondisi pertekstilan selama ini kurang baik akibat dari adanya pasaran bebas (ACFTA-red)”, katanya.
Masih menurunya, “PT. Dekatek selama ini mengontrak pabrik kepada PT Tribhakti bukan milik sendiri, sedangkan mesinnya baru ada sekitar empat puluhan berikut karyawannya yang baru menyerap tenaga kerja delapan puluh orang saja, semuanya ini belum kami kami laporkan terutama masalah karyawan ke Disnaker, karena kondisi yang belum stabil”, jelasnya.
Alasan ini sungguh sangat tidak masuk akal apakah di republik tercinta ini aturan sudah bisa dirubah dengan sewenang wenang oleh para oknum dengan dalih yang kurang rasional seperti apa yang dikatakan Rudi, jika hal ini tetap di biarkan begitu saja tanpa ada tindakan tegas dari aparat terkait akan berdampak terhadap penegakan supremasi hukum di Kabupaten Bandung dan kewibawaan aparaturnya.
Sebagai bahan informasi PT. Dekatex menurut Rudi bergerak di bidang tekstil yang menggunakan mesin WJL dengan pasaran lokal namun Ia tidak bersedia menyebutkan darimana sumber air untuk memenuhi kebutuhan mesin WJL dan kemana limbah B3 hasil produksi (printing-red) dibuang karena PT Dekatex diduga tidak memiliki Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL-red) serta berapakah pajak dan pemakaian listrik yang harus dibayarkan kepada negara dengan alasan tidak ada ijin dari pengusahanya (boss), juga surat konfirmasi yang dilayangkan Redaksi Tabloid Indonesia-Indonesia belum dijawab dengan alasan yang sama. Ketika hal ini di konfirmasikan kepada Dinas terkait benar PT. Dekatex belum mendaftarkan karyawannya ke Disnaker Kab. Bandung juga kepada BPLH Kab. Bandung bahwa perusahaan tersebut belum terdaftar. (Asep DR)
Ketika di temui di ruang kerjanya, Rudi staf PT. Dekatex membenarkan bahwa perusahaanya selama ini belum memiliki ijin dari Pemerintah Kabupaten Bandung, menurutnya perusahaan belum mampu mengurus perijinan dikhawatirkan perusahaan akan rugi, “kami mencoba dulu, ini baru berjalan delapan bulan siapa tahu besok lusa kami rugi karena kondisi pertekstilan selama ini kurang baik akibat dari adanya pasaran bebas (ACFTA-red)”, katanya.
Masih menurunya, “PT. Dekatek selama ini mengontrak pabrik kepada PT Tribhakti bukan milik sendiri, sedangkan mesinnya baru ada sekitar empat puluhan berikut karyawannya yang baru menyerap tenaga kerja delapan puluh orang saja, semuanya ini belum kami kami laporkan terutama masalah karyawan ke Disnaker, karena kondisi yang belum stabil”, jelasnya.
Alasan ini sungguh sangat tidak masuk akal apakah di republik tercinta ini aturan sudah bisa dirubah dengan sewenang wenang oleh para oknum dengan dalih yang kurang rasional seperti apa yang dikatakan Rudi, jika hal ini tetap di biarkan begitu saja tanpa ada tindakan tegas dari aparat terkait akan berdampak terhadap penegakan supremasi hukum di Kabupaten Bandung dan kewibawaan aparaturnya.
Sebagai bahan informasi PT. Dekatex menurut Rudi bergerak di bidang tekstil yang menggunakan mesin WJL dengan pasaran lokal namun Ia tidak bersedia menyebutkan darimana sumber air untuk memenuhi kebutuhan mesin WJL dan kemana limbah B3 hasil produksi (printing-red) dibuang karena PT Dekatex diduga tidak memiliki Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL-red) serta berapakah pajak dan pemakaian listrik yang harus dibayarkan kepada negara dengan alasan tidak ada ijin dari pengusahanya (boss), juga surat konfirmasi yang dilayangkan Redaksi Tabloid Indonesia-Indonesia belum dijawab dengan alasan yang sama. Ketika hal ini di konfirmasikan kepada Dinas terkait benar PT. Dekatex belum mendaftarkan karyawannya ke Disnaker Kab. Bandung juga kepada BPLH Kab. Bandung bahwa perusahaan tersebut belum terdaftar. (Asep DR)
Soreang, INA-INA.
Sejumlah pabrik yang berlokasi di Desa Tarajusari dan Desa Kamasan, Kec. Banjaran, sepakat untuk memperbaiki jalan sepanjang satu kilometer. Kesediaan pengusaha mengumpulkan dana perbaikan jalan Rp 343 juta itu disepakati dalam pertemuan dengan Muspika Banjaran, di Gedung Serba Guna, Banjaran, Kamis (17/6).
Camat Banjaran Iman Irianto mengatakan, Permasalahan antara masyarakat dan pabrik yang berada di dua desa tersebut, mulai menemukan titik terang.
Menurut Iman, pabrik yang beroperasi di Desa Tarajusari dan Kamasan adalah Dhanarmas Concern Tiga, Dhanarmas Concern Dua, PT Graha Surya Angkasa (GSA), PT Datex, PT Tawekal Grup, dan PT Bozeto , serta pemborong Perumahan Sanggar Mas Lestari. Warga setempat mengeluh, banyaknya kendaraan pabrik yang melewati Jalan Kamasan, Desa Kamasan sampai ke Kampung Cipendeuy, Desa Tarajusari, telah mengakibatkan jalan rusak berat.
Forum Masyarakat Peduli Cipendeuy dan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Tarajusari, kemudian minta pertanggungjawaban dari pabrik tersebut. Warga sudah emosi karena lingkungan dan jalan jadi rusak akibat aktivitas pabrik itu.
Iman mengungkapkan, proses mempertemukan masyarakat dengan pihak pabrik berlangsung alot dan memakan waktu cukup lama. Kita sudah mengadakan lima kali musyawarah dari bulan April, dan beberapa kali melobi pihak pabrik untuk mau hadir dalam musyawarah ini.
Akhirnya pihak pabrik mau datang dan bersedia mengeluarkan dana untuk memperbaiki jalan tersebut. Dalam pertemuan itu disepakati Dhanarmas Concern Tiga memberikan dana perbaikan jalan Rp 75 juta, Dhanarmas Concern Dua Rp 75 juta, PT GSA Rp 50 juta, PT Datex Rp 31 juta, PT Tawekal Grup Rp 31 juta, PT Bozeto Rp 31 juta, dan pemborong Perumahan Sanggar Mas Lestari Rp 50 juta. Total dana perbaikan jalan yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan itu mencapai Rp 343 juta.
Kapolsek Banjaran Ajun Komisaris Moch. Darkan, mengatakan, sebagai unsur pelindung masyarakat, pihak kepolisian akan memfasilitasi agar masalah yang terjadi bisa ditemukan solusinya. Saya bersama Komandan Rayon Militer 0910/ Banjaran, Kapten Infanteri Yanto Robiyanto, akan mengamankan situasi agar masyarakat tetap kondusif dan duduk bersama demi kepentingan yang lebih besar.
Menurut Iman, tahap pertama perbaikan jalan adalah pembentukan kepanitiaan bersama antara pabrik dan PU Dinas Bina Marga Kab. Bandung. Bina Marga akan membantu teknis pembangunan dan Muspika Banjaran bersama masyarakat, akan mengawasi jalannya perbaikan tersebut, Muspika memberikan waktu selama seminggu untuk membentuk panitia. Oteu
Camat Banjaran Iman Irianto mengatakan, Permasalahan antara masyarakat dan pabrik yang berada di dua desa tersebut, mulai menemukan titik terang.
Menurut Iman, pabrik yang beroperasi di Desa Tarajusari dan Kamasan adalah Dhanarmas Concern Tiga, Dhanarmas Concern Dua, PT Graha Surya Angkasa (GSA), PT Datex, PT Tawekal Grup, dan PT Bozeto , serta pemborong Perumahan Sanggar Mas Lestari. Warga setempat mengeluh, banyaknya kendaraan pabrik yang melewati Jalan Kamasan, Desa Kamasan sampai ke Kampung Cipendeuy, Desa Tarajusari, telah mengakibatkan jalan rusak berat.
Forum Masyarakat Peduli Cipendeuy dan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Tarajusari, kemudian minta pertanggungjawaban dari pabrik tersebut. Warga sudah emosi karena lingkungan dan jalan jadi rusak akibat aktivitas pabrik itu.
Iman mengungkapkan, proses mempertemukan masyarakat dengan pihak pabrik berlangsung alot dan memakan waktu cukup lama. Kita sudah mengadakan lima kali musyawarah dari bulan April, dan beberapa kali melobi pihak pabrik untuk mau hadir dalam musyawarah ini.
Akhirnya pihak pabrik mau datang dan bersedia mengeluarkan dana untuk memperbaiki jalan tersebut. Dalam pertemuan itu disepakati Dhanarmas Concern Tiga memberikan dana perbaikan jalan Rp 75 juta, Dhanarmas Concern Dua Rp 75 juta, PT GSA Rp 50 juta, PT Datex Rp 31 juta, PT Tawekal Grup Rp 31 juta, PT Bozeto Rp 31 juta, dan pemborong Perumahan Sanggar Mas Lestari Rp 50 juta. Total dana perbaikan jalan yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan itu mencapai Rp 343 juta.
Kapolsek Banjaran Ajun Komisaris Moch. Darkan, mengatakan, sebagai unsur pelindung masyarakat, pihak kepolisian akan memfasilitasi agar masalah yang terjadi bisa ditemukan solusinya. Saya bersama Komandan Rayon Militer 0910/ Banjaran, Kapten Infanteri Yanto Robiyanto, akan mengamankan situasi agar masyarakat tetap kondusif dan duduk bersama demi kepentingan yang lebih besar.
Menurut Iman, tahap pertama perbaikan jalan adalah pembentukan kepanitiaan bersama antara pabrik dan PU Dinas Bina Marga Kab. Bandung. Bina Marga akan membantu teknis pembangunan dan Muspika Banjaran bersama masyarakat, akan mengawasi jalannya perbaikan tersebut, Muspika memberikan waktu selama seminggu untuk membentuk panitia. Oteu
Siap Lakukan "Class Action"
Kab. Bandung, INA-INA
Sekitar 120 komunitas yang tergabung dalam Perhimpunan Kelompok Kerja (PKK) Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dari lima kabupaten/kota yang berada di sekitar area hulu Sungai Citarum, menyatakan siap melakukan class action jika pemerintah dianggap gagal dalam penanganan DAS Citarum. Program yang dijalankan sudah banyak, tetapi hasilnya tidak kelihatan. Pertengahan tahun ini akan ada kucuran dana 500 juta dolar AS untuk penanganan Citarum terpadu. Jangan sampai projek dengan dukungan dana yang sangat besar itu akuntabilitas pengelolaannya lemah sehingga permasalahan banjir dan kerusakan lahan tidak pernah selesai, ujar Ketua Umum PKK DAS Citarum Deni Riswandani, ketika ditemui di kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ctarum, Kamis (17/6).
Dana sebesar 500 juta dolar tersebut berasal dari pinjaman Asian Development Bank (ADB) melalui program Citarum Roadmap dan Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) untuk penangan-an Sungai Citarum 2010-2023. Projek itu akan dikelola Bapenas melalui Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Pemprov Jabar, dan 12 pemerintah kabupaten/kota yang dilalui aliran Sungai Citarum.
Penanganan Sungai Citarum secara terintegrasi sebaiknya tidak hanya berupa pembangunan secara fisik, namun juga pelibatan partisipasi masyarakat. Tantangan ke depan, bagaimana bisa menumbuhkan rasa memiliki dan ikut menjaga Sungai Citarum sehingga pembangunan infrastruktur tidak sia-sia.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pendayagunaan Tata Guna Air (PTGA) BBWS Citarum Asep Kuryana mengatakan, kendala terbesar dalam penanganan DAS Citarum adalah keterlibatan masyarakat. Dilihat dari struktur DAS Citarum, pekerjaan fisik sangat mungkin dilakukan jika dana tersedia. Namun, pertanyaannya, bagaimana perilaku masyarakat setelah projek selesai dilaksanakan.
Menurut Asep, sebesar 60 persen dana penanganan DAS Citarum akan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bisa ikut menjaga kelangsungan ekosistem sungai setelah dilakukan pengerjaan fisik.
Dalam hal ini, kata Asep, cara yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah dengan mengajak fasilitator di kalangan masyarakat sebagai mitra. Mereka bergerak di lapangan dan paling tahu bagaimana dinamika masyarakat. Apalagi mereka merupakan komunitas yang selama ini sudah menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan masyarakat di sempadan Sungai Citarum. Oteu
Sekitar 120 komunitas yang tergabung dalam Perhimpunan Kelompok Kerja (PKK) Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dari lima kabupaten/kota yang berada di sekitar area hulu Sungai Citarum, menyatakan siap melakukan class action jika pemerintah dianggap gagal dalam penanganan DAS Citarum. Program yang dijalankan sudah banyak, tetapi hasilnya tidak kelihatan. Pertengahan tahun ini akan ada kucuran dana 500 juta dolar AS untuk penanganan Citarum terpadu. Jangan sampai projek dengan dukungan dana yang sangat besar itu akuntabilitas pengelolaannya lemah sehingga permasalahan banjir dan kerusakan lahan tidak pernah selesai, ujar Ketua Umum PKK DAS Citarum Deni Riswandani, ketika ditemui di kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ctarum, Kamis (17/6).
Dana sebesar 500 juta dolar tersebut berasal dari pinjaman Asian Development Bank (ADB) melalui program Citarum Roadmap dan Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) untuk penangan-an Sungai Citarum 2010-2023. Projek itu akan dikelola Bapenas melalui Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Pemprov Jabar, dan 12 pemerintah kabupaten/kota yang dilalui aliran Sungai Citarum.
Penanganan Sungai Citarum secara terintegrasi sebaiknya tidak hanya berupa pembangunan secara fisik, namun juga pelibatan partisipasi masyarakat. Tantangan ke depan, bagaimana bisa menumbuhkan rasa memiliki dan ikut menjaga Sungai Citarum sehingga pembangunan infrastruktur tidak sia-sia.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pendayagunaan Tata Guna Air (PTGA) BBWS Citarum Asep Kuryana mengatakan, kendala terbesar dalam penanganan DAS Citarum adalah keterlibatan masyarakat. Dilihat dari struktur DAS Citarum, pekerjaan fisik sangat mungkin dilakukan jika dana tersedia. Namun, pertanyaannya, bagaimana perilaku masyarakat setelah projek selesai dilaksanakan.
Menurut Asep, sebesar 60 persen dana penanganan DAS Citarum akan dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bisa ikut menjaga kelangsungan ekosistem sungai setelah dilakukan pengerjaan fisik.
Dalam hal ini, kata Asep, cara yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah dengan mengajak fasilitator di kalangan masyarakat sebagai mitra. Mereka bergerak di lapangan dan paling tahu bagaimana dinamika masyarakat. Apalagi mereka merupakan komunitas yang selama ini sudah menunjukkan komitmennya dalam pengelolaan masyarakat di sempadan Sungai Citarum. Oteu
Penyaluran Dana Stimulan Ditunda
Soreang, INA-INA.
Penyaluran dana stimulan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah rusak akibat banjir di Kelurahan Baleendah dan Kelurahan Andir, Kecamatan Baleendah, Kab. Bandung ditunda, meski dana tersebut telah diterima melalui kelompok masyarakat (pokmas) masing-masing.
Ketua Pokmas Kel. Andir, Yono Sumaryono mengatakan, penyaluran dana itu ditunda, karena sejumlah warga yang tidak mendapat bantuan merasa dianaktirikan. Ada warga dari RW lain ingin mendapat bantuan, karena rumah-rumah mereka pun rusak.
Dana stimulan untuk dua kelurahan itu, menurut Camat Baleendah Usman Sayogi, berjumlah Rp Rp 625.800.000 terdiri atas Rp 393.850.000 untuk 4 RW di Kel. Andir dan Rp 231.950.000 untuk 3 RW di Kel. Baleendah. Setiap rumah rusak berat mendapat dana bantuan Rp 2,5 juta, rusak sedang Rp 1 juta, dan rusak ringan Rp 150.000-Rp 300.000.
Menurut data dari masing-masing kelurahan, di Baleendah tercatat dua belas rumah rusak berat, sebelas rusak sedang, dan 434 rusak ringan. Sementara di Kel. Andir, tercatat dua belas rumah rusak berat, 28 rusak sedang, dan 2.239 rusak ringan.
Tidak meratanya bantuan juga dikeluhkan warga Kel. Baleendah. Ketua Pokmas RW 9 Kel. Baleendah, Asep Anang mengatakan, dari 7 RT di RW itu, hanya dua RT yang mendapatkan bantuan. Kedua RT yang mendapatkan dana itu, memang diprioritaskan karena menjadi langganan banjir, sementara banjir di RT lainnya hanya sementara.
Meski banyak warga yang mengeluhkan minimnya dana stimulan, Asep bersyukur atas bantuan pemerintah itu. Akan tetapi, ia juga berharap agar pengerukan lumpur Sungai Citarum mendapat prioritas, karena faktor utama penyebab banjir.
Hal serupa dikatakan Yono. Sejak banjir pada 1986, pengerukan lumpur Citarum baru sekali dilakukan. Padahal, setiap tahun lumpur terus bertambah. Dia berharap, dana pengerukan Rp 125 miliar dari Pemprov Jabar segera direalisasikan. Kaka/Oteu
Ketua Pokmas Kel. Andir, Yono Sumaryono mengatakan, penyaluran dana itu ditunda, karena sejumlah warga yang tidak mendapat bantuan merasa dianaktirikan. Ada warga dari RW lain ingin mendapat bantuan, karena rumah-rumah mereka pun rusak.
Dana stimulan untuk dua kelurahan itu, menurut Camat Baleendah Usman Sayogi, berjumlah Rp Rp 625.800.000 terdiri atas Rp 393.850.000 untuk 4 RW di Kel. Andir dan Rp 231.950.000 untuk 3 RW di Kel. Baleendah. Setiap rumah rusak berat mendapat dana bantuan Rp 2,5 juta, rusak sedang Rp 1 juta, dan rusak ringan Rp 150.000-Rp 300.000.
Menurut data dari masing-masing kelurahan, di Baleendah tercatat dua belas rumah rusak berat, sebelas rusak sedang, dan 434 rusak ringan. Sementara di Kel. Andir, tercatat dua belas rumah rusak berat, 28 rusak sedang, dan 2.239 rusak ringan.
Tidak meratanya bantuan juga dikeluhkan warga Kel. Baleendah. Ketua Pokmas RW 9 Kel. Baleendah, Asep Anang mengatakan, dari 7 RT di RW itu, hanya dua RT yang mendapatkan bantuan. Kedua RT yang mendapatkan dana itu, memang diprioritaskan karena menjadi langganan banjir, sementara banjir di RT lainnya hanya sementara.
Meski banyak warga yang mengeluhkan minimnya dana stimulan, Asep bersyukur atas bantuan pemerintah itu. Akan tetapi, ia juga berharap agar pengerukan lumpur Sungai Citarum mendapat prioritas, karena faktor utama penyebab banjir.
Hal serupa dikatakan Yono. Sejak banjir pada 1986, pengerukan lumpur Citarum baru sekali dilakukan. Padahal, setiap tahun lumpur terus bertambah. Dia berharap, dana pengerukan Rp 125 miliar dari Pemprov Jabar segera direalisasikan. Kaka/Oteu
0 komentar:
Post a Comment