Mendesak Kemenpera Melakukan Konsultasi Dengan KPK
Ir. Wawan Dermawan |
Bandung, INA-INA.
Kebijakan Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) untuk menghentikan sementara pengucuran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sejak Januari 2012 hingga dalam waktu yang tidak ditentukan membuat pengusaha pengembang perumahan dan permukiman resah. Kebijakan Kemenpera tersebut berdampak pada pengembang property di Jawa Barat khususnya, Indonesia Umumnya.
Sekretaris DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Jawa Barat, Ir. Wawan Dermawan mengatakan bahwa masyarakat dan Pengusaha Pengembang Perumahan Dan Permukiman di Jawa Barat mulai resah sejak diberhentikan sementara pengucuran KPR FLPP hingga batas waktu yang belum bisa dipastikan. Kebijakan tersebut banyak menghentikan pembangunan perumahan yang sedang berjalan, dan tidak bisa melakukan ekspansi perumahan. “Saat ini persoalan yang ditimbulkan diantaranya bunga bank berjalan tapi tak mempunyai fasilitas KPR, serta term pembayaran terganggu dan berpotensi macet. Dan juga berdampak kepada konsumen yang menikmati fasilitas KPR dari pemerintah. “Misalnya ada perpanjangan sewa rumah, kemudian uang muka yang disetorkan akhirnya menganggur, baclog bertambah, bahkan konsumen akhirnya membatalkan akad kredit yang sudah disiapkan. Belum lagi masalah pekerja perumahan yang terpaksa harus menganggur karena ketidakjelasan keberlanjutan pembangunan.
Menurut Wawan kebijakan Kemenpera tersebut sangat mengerti apa yang dimaksud dalam rangka menurunkan suku bunga FLPP dan berbagai biaya yang akan lebih efisien. “Namun, yang terjadi saat ini seharusnya tidak terjadi. Paling tidak sebelum KPO berakhir, Kemenpera dapat mencari jalan dalam rangka mengantisipasinya agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” kata Wawan.
Oleh karena itu, kata Wawan, DPD Apersi Jabar mendesak Kementerian Perumahan Rakyat melakukan konsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar KPR FLPP dapat berjalan tetapi tidak melanggar keuangan Negara,” ujar Wawan ketika ditemui Indonesia-Indonesia di Sekretariat DPD Apersi Jabar, Kamis, (2/2) lalu.
Lebih lanjut Wawan menuturkan bahwa DPP Apersi sudah melayangkan surat gugatan untuk uji meterill Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman kepada Mahkamah Konstitusi registrasi dengan nomor 447/PAN.MK/I/2012 tanggal 14 Januari 2012.
Wawan berharap, BTN memberikan goodwill agar KPR FLPP versi BTN bisa berjalan, misalnya dengan bunga sama dengan FLPP meskipun BTN tidak untung, tetapi cash flow tetap berjalan,”katanya.
Sementara itu, Direktur Pengembang Perumahan Pesona Rancaekek Indah, Diana Gustiana mengatakan saat ini proyek tetap berjalan tetapi pembayaran terhenti karena terganggu dengan system yang baru itu. “Bahkan hingga kinipun banyak konsumen saya yang tidak bisa melakukan akad kredit lantaran adanya kebijakan baru tersebut,” ungkap Diana. Edwandi
Sekretaris DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Jawa Barat, Ir. Wawan Dermawan mengatakan bahwa masyarakat dan Pengusaha Pengembang Perumahan Dan Permukiman di Jawa Barat mulai resah sejak diberhentikan sementara pengucuran KPR FLPP hingga batas waktu yang belum bisa dipastikan. Kebijakan tersebut banyak menghentikan pembangunan perumahan yang sedang berjalan, dan tidak bisa melakukan ekspansi perumahan. “Saat ini persoalan yang ditimbulkan diantaranya bunga bank berjalan tapi tak mempunyai fasilitas KPR, serta term pembayaran terganggu dan berpotensi macet. Dan juga berdampak kepada konsumen yang menikmati fasilitas KPR dari pemerintah. “Misalnya ada perpanjangan sewa rumah, kemudian uang muka yang disetorkan akhirnya menganggur, baclog bertambah, bahkan konsumen akhirnya membatalkan akad kredit yang sudah disiapkan. Belum lagi masalah pekerja perumahan yang terpaksa harus menganggur karena ketidakjelasan keberlanjutan pembangunan.
Menurut Wawan kebijakan Kemenpera tersebut sangat mengerti apa yang dimaksud dalam rangka menurunkan suku bunga FLPP dan berbagai biaya yang akan lebih efisien. “Namun, yang terjadi saat ini seharusnya tidak terjadi. Paling tidak sebelum KPO berakhir, Kemenpera dapat mencari jalan dalam rangka mengantisipasinya agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” kata Wawan.
Oleh karena itu, kata Wawan, DPD Apersi Jabar mendesak Kementerian Perumahan Rakyat melakukan konsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), agar KPR FLPP dapat berjalan tetapi tidak melanggar keuangan Negara,” ujar Wawan ketika ditemui Indonesia-Indonesia di Sekretariat DPD Apersi Jabar, Kamis, (2/2) lalu.
Lebih lanjut Wawan menuturkan bahwa DPP Apersi sudah melayangkan surat gugatan untuk uji meterill Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman kepada Mahkamah Konstitusi registrasi dengan nomor 447/PAN.MK/I/2012 tanggal 14 Januari 2012.
Wawan berharap, BTN memberikan goodwill agar KPR FLPP versi BTN bisa berjalan, misalnya dengan bunga sama dengan FLPP meskipun BTN tidak untung, tetapi cash flow tetap berjalan,”katanya.
Sementara itu, Direktur Pengembang Perumahan Pesona Rancaekek Indah, Diana Gustiana mengatakan saat ini proyek tetap berjalan tetapi pembayaran terhenti karena terganggu dengan system yang baru itu. “Bahkan hingga kinipun banyak konsumen saya yang tidak bisa melakukan akad kredit lantaran adanya kebijakan baru tersebut,” ungkap Diana. Edwandi
0 komentar:
Post a Comment